Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rencana Kebijakan Tarif Trump Bebani Mata Uang Asia, Rupiah Tergelincir

Nilai tukar rupiah tergelincir dan berakhir melemah pada perdagangan Rabu (1/8/2018), di tengah pelemahan mayoritas mata uang Asia terhadap dolar AS.
Petugas jasa penukaran valuta asing memeriksa lembaran mata uang rupiah dan dollar AS di Jakarta, Senin (2/7/2018)./ANTARA-Puspa Perwitasari
Petugas jasa penukaran valuta asing memeriksa lembaran mata uang rupiah dan dollar AS di Jakarta, Senin (2/7/2018)./ANTARA-Puspa Perwitasari

Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah tergelincir dan berakhir melemah pada perdagangan Rabu (1/8/2018), di tengah pelemahan mayoritas mata uang Asia terhadap dolar AS.

Rupiah ditutup melemah 26 poin atau 0,18% di level Rp14.440 per dolar AS, setelah dibuka dengan pelemahan 25 poin atau 0,17% di level Rp14.439 per dolar AS.

Padahal, pada perdagangan Selasa (31/7), mata uang Garuda mampu membukukan kenaikan kelima secara beruntun meski berakhir hanya dengan penguatan tipis 1 poin di posisi 14.414. 

Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah bergerak pada kisaran Rp14.433 – Rp14.454 per dolar AS.

Gubernur Bank Indonesia pada Selasa (31/7) menyatakan BI akan terus menstabilkan rupiah serta memperkuat bauran kebijakan moneternya untuk meningkatkan daya tarik pasar lokal bagi investor.

Sementara itu, won Korea Selatan yang melemah 0,19% memimpin pelemahan di antara mayoritas mata uang di Asia. Adapun renminbi China yang terpantau menguat 0,26% memimpin peningkatan di antara mata uang lainnya sore ini.

Di sisi lain, pergerakan indeks dolar AS yang mengukur kekuatan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama lanjut bergerak di zona hijau dengan kenaikan 0,09% atau 0,083 poin ke level 94,637 pada pukul 16.57 WIB.

Indeks dolar dibuka turun super tipis 0,003 poin di posisi 94,551 pagi tadi, setelah rebound dan berakhir menguat 0,22% atau 0,206 poin di level 94,554 pada perdagangan Selasa (31/7).

Dilansir Bloomberg, mayoritas mata uang di Asia melemah akibat terbebani kekhawatiran seputar potensi berlanjutnya eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat dan China serta penguatan dolar AS menjelang rilis keputusan rapat kebijakan Federal Reserve.

Seperti diberitakan, pemerintahan Presiden Donald Trump berencana mengusulkan kenaikan tarif menjadi 25% dari rencana tarif sebelumnya sebesar 10% terhadap impor senilai US$200 miliar asal China.

Di sisi lain, perwakilan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin dan Wakil Perdana Menteri China Liu He dikabarkan melakukan pembicaraan tertutup dalam mencari cara untuk melakukan negosiasi kembali.

“Prospek jangka pendek untuk Asia akan tetap bergantung pada bagaimana tensi perdagangan antara AS dan China, tetapi yang lebih penting adalah seberapa tangguhnya ekonomi kawasan [Asia] menghadapi kondisi perdagangan global yang tidak pasti,” kata Khoon Goh, kepala riset Asia untuk ANZ Banking Group.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper