Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pasokan Kian Seret, Minyak WTI Dekati US$70 Per Barel

Minyak mentah West Texas Intermediate diperdagangkan mendekati US$70 per barel atas adanya risiko pasokan dari Arab Saudi hingga Inggris mengancam akan mengetatkan pasar minyak global.
Harga minyak naik/Ilustrasi
Harga minyak naik/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA – Minyak mentah West Texas Intermediate diperdagangkan mendekati US$70 per barel atas adanya risiko pasokan dari Arab Saudi hingga Inggris mengancam akan mengetatkan pasar minyak global.

Pada perdagangan Senin (30/7), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) sempat melonjak 2,1%, kenaikan terbesar dalam sebulan terakhir. Mogoknya produksi dari tiga ladang minyak Total SA di Laut Utara dan ketegangan pada pengiriman minyak dari Arab Saudi melalui jalur laut mendorong harga minyak.

Sementara itu, pada perdagangan Selasa (31/7/2018), harga minyak WTI kembali memerah 0,33 poin atau 0,47% menjadi US$69,80 per barel dan naik 15,52% selama tahun berjalan.

Untuk kontrak teraktif, minyak WTI tengah dalam perjalanannya mengalami penurunan 5,9% pada bulan ini, yang merupakan penurunan terbesar sejak Maret 2017.

Adapun, harga minyak mentah Brent juga mengalami penurunan 0,36 poin atau 0,48% menjadi US$74,61 per barel dan naik 11,57% secara year-to-date (ytd). Kontrak tersebut merosot 6,1% pada bulan ini. Patokan harga global tersebut premium US$4,81 per barel dari minyak WTI kontrak September.

Harga minyak mentah saat ini tengah bersiap menghadapi penurunan bulanan terbesar dalam setahun terakhir karena terkena dampak dari perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang membuat harga minyak terus tertekan saat hasil produksi minyak serpih AS terus melonjak.

Meskipun demikian, bank investasi Barclays Plc melaporkan bahwa penyusutan produksi karena gangguan ekonomi di Venezuela, perang sipil di Libya, dan sanksi AS ke Iran yang semakin mendekat telah membuat ketakutan akan krisis pasokan minyak global meningkat.

Dalam laporannya Barclays Plc. menyebutkan bahwa harga minyak akan berbalik dari kondisi saat ini setelah sanksi dari AS ke Iran dimulai dan memengaruhi ekspor minyak Iran.

Berdasarkan data yang dikompilasi Bloomberg, persediaan minyak mentah AS diperkirakan akan anjlok hingga 3 juta barel pada pekan lalu sebelum data pemerintah AS dirilis pada Rabu (1/8). Cadangan minyak di pusat penyimpanan Cushing, Oklahoma juga diperkirakan menurun 500.000 barerl pada akhir pekan 27 Juli.

Sementara itu, Presiden AS Donald Trump mengatakan pada Senin (30/7) bahwa pihaknya bersedia bertemu dengan rekanannya dari Iran tanpa prasyarat setelah sebelumnya sempat perang pernyataan pada awal bulan ini.

Pihak Gedung Putih segera memberikan respons pada pernyataan Trump tersebut dengan memberikan sinyal akan mengangkat sanksi kepada Iran apabila negara Republik Islam itu mau mengubah sikapnya terhadap AS.

“Serangan di Laut Utara Inggris bersamaan dengan kekhawatiran akan gangguan pasokan di Libya, Venezuela, dan Iran menjadi faktor utama yang bisa mendorong harga minyak,” kata Satoru Yoshida, analis komoditas Rakuten Securities Inc. di Tokyo, dikutip dari Bloomberg, Selasa (31/7).

Namun Yoshida mengungkapkan bahwa masih ada faktor bearish bagi harga minyak, termasuk kenaikan produksi minyak AS dan perang dagang antara AS dan China yang tidak terlalu bergejolak.

Trump mengatakan bersedia bertemu dengan Presiden Iran Hassan Rouhani sekitar sepekan setelah Trump memberikan peringatan akan konsekuensi yang harus diterima negara Persian Gulf itu jika terus memberikan ancaman pada AS.

Namun, beberapa jam setelah komentar Trump tersebut, Menteri Luar Negeri AS Michael Pompeo menyatakan prasyarat untuk melakukan pertemuan antara Presiden AS dan Iran itu.

Risiko potensi gangguan pasokan di sejumlah wilayah juga tetap ada. Kapal tangki Arab Saudi saat ini tengah mengubah arah untuk pengiriman minyaknya setelah pada pekan lalu mengambil langkah luar biasa dengan menghentikan sementara pengiriman minyak lewat jalur Bab Al-Mandeb, jalur pengiriman lewat laut utama Laut Merah.

Aksi tersebut dilakukan oleh pihak kerajaan Arab Saudi setelah dua tangkinya diserang oleh militer Houthi dari Yaman.

Di Laut Utara Inggris, sejumlah pekerja mulai menutup produksi minyak di ladang minyak Alwyn, Dunbar, dan Algin menjelang aksi industri yang dijadwalkan akan mulai pada Senin (30/7).

“Perusahaan Total, yang menjadi operator ketiga ladang tersebut, belum merencanakan pembicaraan apapun,” kata Wullie Wallace, Kepala Serikat Pekerja Regional Inggris.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper