Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Moody’s Sematkan Peringkat B2 Untuk DILD

Moody's Investors Service menetapkan peringkat B2 dengan outlook stabil terhadap PT Intiland Development Tbk. dan rencana emisi obligasi global perusahaan properti itu.
CEO PT Intiland Development Tbk Hendro Gondokusumo (dari kiri) berbincang dengan Direktur Pemasaran Susan Pranata, dan Direktur Pengelolaan Modal dan Investasi Archied Noto Pradono di sela-sela konferensi pers, di Senayan City, Jakarta, Kamis (12/10)./JIBI-Endang Muchtar
CEO PT Intiland Development Tbk Hendro Gondokusumo (dari kiri) berbincang dengan Direktur Pemasaran Susan Pranata, dan Direktur Pengelolaan Modal dan Investasi Archied Noto Pradono di sela-sela konferensi pers, di Senayan City, Jakarta, Kamis (12/10)./JIBI-Endang Muchtar

Bisnis.com, JAKARTA — Moody's Investors Service menetapkan peringkat B2 dengan outlook stabil terhadap PT Intiland Development Tbk. dan rencana emisi obligasi global perusahaan properti itu.

Pada April 2018, emiten dengan kode saham DILD ini memang menyampaikan rencana menerbitkan obligasi global. Menurut catatan Bisnis, nilai emisi tersebut mencapai US$250 juta dan bertujuan untuk mendukung permodalan usaha perseroan dan refinancing utang guna meringankan beban perusahaan.

Jacintha Poh, Wakil Presiden dan Analis Senior Moody, mengatakan peringkat korporasi B2 bagi DILD mencerminkan posisi pasar dan kepemilikan yang mapan terhadap portofolio aset terdiversifikasi.

Portofolio aset tersebut mencakup 60 proyek apartemen high rise, rumah, properti komersial dan kawasan industri, yang semuanya berlokasi di Jabodetabek, Surabaya dan sekitar Surabaya.

Penetapan peringkat ini juga telah mempertimbangkan usaha patungan Intiland dengan mitra terkemuka seperti GIC Private Limited, dana kesejahteraan (wealth fund) pemerintah yang didirikan oleh Pemerintah Singapura. Usaha patungan seperti ini mengurangi risiko pengembangan dan pendanaan, tetapi mendukung pertumbuhan.

"Selain itu, peringkat B2 memperhitungkan kemungkinan peningkatan dalam metrik keuangan dan likuiditas Intiland selama 12-18 bulan ke depan, karena perusahaan mulai mengakui pendapatan dari penjualan yang dikontrak pada tahun-tahun sebelumnya dan menggantikan pinjaman jangka pendek dengan jangka waktu yang lebih lama," tambahnya, dalam keterangan resmi, Jumat (27/7/2018).

DILD memiliki lahan seluas 2.052 hektare (ha) per Maret 2018 yang sebagian besar berada di Jakarta dan Surabaya. Landbank perseroan disebut cukup untuk mendukung lebih dari 60 tahun pembangunan.

Intiland juga menghasilkan pendapatan berulang yang sehat, dengan porsi sekitar 23% dari total pendapatannya pada kuartal I/2018.

Moody's memperkirakan bahwa arus kas berulang Intiland dapat mencakup sekitar 0,4x bunga yang dibayarkan selama 12-18 bulan ke depan, yang lebih tinggi dari sekitar 0,2x cakupan pengembang properti Indonesia lainnya yang sama-sama dinilai.

DILD menargetkan marketing sales sebesar Rp3,3 triliun pada 2018. Hingga semester I/2018, realisasinya sudah sekitar Rp1,3 triliun.

Meski likuiditas perseroan dinilai lemah karena ketergantungannya pada pendanaan jangka pendek, Moody mengharapkan likuiditas membaik selama enam bulan ke depan. Pasalnya, perusahaan akan mengganti utang jangka pendeknya dengan obligasi dolar AS yang diusulkan atau pinjaman sindikasi, yang keduanya menunjukkan tenor yang lebih panjang.

Per 31 Maret 2018, Intiland memiliki kas dan setara kas sebesar Rp878 miliar, yang tidak mencukupi untuk menutupi Rp2,7 triliun utang yang akan jatuh tempo dalam 12 bulan ke depan.

Pinjaman jangka pendek sebagian besar terdiri dari pinjaman bank terjamin, yang perusahaan memiliki rekam jejak berguling. DILD juga memiliki Rp925 miliar fasilitas berkomitmen.

Prospek peringkat stabil mencerminkan ekspektasi Moody bahwa perseroan akan berhasil melaksanakan rencana bisnisnya dan memenuhi target penjualan pemasarannya.

Namun, peringkat ini dapat diturunkan jika profil keuangan dan likuiditas perusahaan tidak membaik. Misalnya, karena perusahaan gagal menjalankan rencana bisnis, gagal meningkatkan profil jatuh tempo utang, pasar properti memburuk, dan depresiasi bahan dalam mata uang rupiah yang dapat meningkatkan kewajiban pembayaraan utang perusahaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Annisa Margrit
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper