Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Potensi Penguatan Rupiah Topang Penguatan SUN

Mirae Asset Sekuritas menilai sentimen positif dari pertemuan antara Presiden Komisi Eropa dengan Donald Trump berpotensi mendorong apresiasi rupiah terhadap dolar AS pada hari ini, Kamis (26/7/2018) dan mendukung penguatan harga obligasi.
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Mirae Asset Sekuritas menilai sentimen positif dari pertemuan antara Presiden Komisi Eropa dengan Donald Trump berpotensi mendorong apresiasi rupiah terhadap dolar AS pada hari ini, Kamis (26/7/2018) dan mendukung penguatan harga obligasi.

Dhian Karyantono, Analis Fixed Income Mirae Asset Sekuritas, mengatakan bahwa proyeksi menguatnya nilai tukar rupiah tersebut pada akhirnya mendorong turunnya yield surat utang negara atau SUN (kenaikan harga SUN) pada perdagangan sekunder hari ini.

"Namun, kenaikan harga SUN diprediksi cenderung terbatas seiring meningkatnya yield US Treasury, naiknya harga minyak mentah dunia, dan sentimen jelang rapat kebijakan moneter ECB," katanya dalam riset harian, Kamis (26/7/2018).

Berikut ini proyeksi bagi seri-seri acuan SUN hari ini [harga(yield)]:

FR0063 (15 Mei 2023): 92,10 (7,62%) - 92,55 (7,50%)
FR0064 (15 Mei 2028): 89,15 (7,72%) - 89,75 (7,63%)
FR0065 (15 Mei 2033): 87,70 (8,06%) - 88,50 (7,96%)
FR0075 (15 Mei 2038): 93,60 (8,16%) - 94,20 (8,09%)
USD/IDR berpotensi menguat pada kisaran Rp14.412 – Rp14.450

Pada perdagangan kemarin, Rabu (25/7/2018), yield SUN secara umum ditutup menurun terbatas pada perdagangan terakhir, didorong oleh menguatnya nilai tukar rupiah dan turunnya yield global.

Harga SUN secara umum meningkat terbatas (yield SUN menurun tipis) di mana rata-rata kenaikan harga terbesar terjadi di SUN tenor menengah sebesar 28,90 bps, sedangkan tenor pendek dan panjang mengalami rata-rata kenaikan harga yang lebih kecil yaitu masing-masing sebesar 6,35 bps dan 18,96 bps.

Sementara itu, yield SUN 10 tahun ditutup menurun ke level 7,73% dibandingkan dengan hari sebelumnya.

Kenaikan harga SUN (penurunan yield) didorong oleh pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang cenderung menguat selama perdagangan kemarin dengan penutupan di level Rp14.460 (-0,48%) di tengah cenderung melemahnya nilai tukar dolar AS terhadap beberapa mata uang dunia.

Selain itu, yield global juga mulai menurun khususnya US Treasury pasca kenaikan signfikan beberapa hari yang lalu yang disebabkan oleh sentimen kebijakan moneter BoJ.

Namun demikian, penurunan yield kemarin cenderung terbatas jelang sentimen dari pertemuan Presiden Komisi Eropa dengan Trump terkait perjanjian perdagangan internasional dan jelang pertemuan kebijakan moneter ECB Kamis ini.

Turunnya yield atau kenaikan harga SUN juga mendorong kenaikan transaksi obligasi pemerintah dari sisi nominal maupun frekuensi transaksi.

Di sisi lain, kesepakatan perdagangan internasional antara UE dan AS menurunkan minat aset safe haven.

Pertemuan antara Presiden Komisi Eropa dan Donald Trump menghasilkan output positif di mana UE dan AS sepakat untuk menghapus tarif impor untuk barang-barang industri non otomotif dan menunda tarif lanjutan terkait tarif impor untuk baja dan alumunium.

Meski detil dari kesepakatan tersebut masih belum jelas dan pasar juga cenderung tidak mendapatkan kepastian terkait kebijakan tarif impor untuk produk otomotif yang justru sangat krusial bagi ekonomi keduanya, hasil pertemuan tersebut mengurangi sentimen negatif bagi pasar yang pada akhirnya mendorong pasar melepas kepemilikan aset safe haven mereka seperti US Treasury dan dolar AS.

Pasca pertemuan itu, yield US Treasury khususnya tenor 10 tahun meningkat ke level 2,98% sementara dolar AS cenderung melemah dibandingkan dengan beberapa mata uang global yang tercermin dari turunnya indeks dolar AS ke level 94,23 poin.

Sementara itu, harga minyak mentah dunia meningkat pada perdagangan terakhir di mana untuk kategori WTI naik ke level $69,40 per barel dibandingkan dengan hari sebelumnya pada kisaran $68,52 per barel.

Hal tersebut didorong oleh turunnya inventori minyak mentah AS pada minggu yang berakhir 20 Juli 2018 ke level 6,15 juta barel dibandingkan dengan ekspektasi pasar dengan proyeksi defisit sebesar 2.33 juta barel serta meningkatnya ketegangan antara AS dengan Iran.

Kenaikan harga minyak mentah dunia cenderung memberikan dampak negatif bagi pasar obligasi Indonesia melalui transmisi kenaikan CDS dan depresiasi rupiah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper