Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Profit Perusahaan Minyak Raksasa Sinopec Bakal Melonjak 50%

Perusahaan China Petroleum & Chemical Corp. melaporkan keuntungannya melonjak pada semester I/2018 seiring dengan kenaikan harga minyak mentah yang memberikan keuntungan pada sejumlah perusahaan yang bergerak di produksi minyak dan gas.
Harga minyak naik/Ilustrasi
Harga minyak naik/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan China Petroleum & Chemical Corp. melaporkan keuntungannya melonjak pada semester I/2018 seiring dengan kenaikan harga minyak mentah yang memberikan keuntungan pada sejumlah perusahaan yang bergerak di produksi minyak dan gas.

Pendapatan bersih dari pertambangan minyak raksasa yang biasa dikenal dengan Sinopec, pada sepanjang Januari hingga Juni tahun ini diperkirakan mengalami lonjakan hingga 50% dari periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Berdasarkan data yang dikompilasi Bloomberg, jumlah pendapatannya mencapai sekitar 40,7 miliar yuan atau setara dengan US$6 miliar, membawanya pada kemungkinan mencapai keuntungan terbesar per semester sejak 2007.

Sinopec mengungkapkan pada laporannya bahwa pendapatannya melambung setelah segmen hulunya mengalami peningkatan yang siginifikan terdorong oleh kenaikan harga minyak global. Sementara itu, segmen tengah dan hilirnya masih dalam level yang efisien.

Harga minyak mentah Brent, yang menjadi patokan harga minyak global, telah mengalami peningkatan setiap bulannya dengan rata-rata selama enam bulan pertama tahun ini berada pada posisi US$71 per barel, naik 35% dari periode yang sama tahun lalu.

Harga minyak terus terdorong tahun ini di tengah adanya gangguan pasokan dari Venezuela dan Iran, dan dengan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang masih melanjutkan kebijakan pembatasan produksinya.

“Harga minyak pada semester I/2018 cukup tinggi untuk mengerek bisnis hulu Sinopec untuk mendapatkan keuntungan yang lebih banyak lagi, tetapi cukup rendah untuk menghasilkan keuntungan bagi bisnis pertambangan dan petrokimianya. Harga saat ini merupakan ‘zona nyaman’ bagi Sinopec,” ujar Tian Miao, analis Everbright Sun Hung Kai Co., dilansir dari Bloomberg, Rabu (25/7/2018).

Perusahaan yang berbasis di Beijing itu menghasilkan seluruh pendapatannya dari pengolahan minyak mentah menjadi bahan bakar, membuat segmen eksplorasi dan produksinya justru menjadi penghambat untuk mendapatkan keuntungan dalam beberapa tahun terakhir ini.

Perusahaan tersebut pada April melaporkan, kerugian dalam unitnya mengalami penyusutan yang signifikan menjadi 318 juta yuan dari 5,8 miliar pada periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Sejumlah analis Citigroup Inc. pada awal bulan ini mengungkapkan bahwa segmen E&P akan kembali seimbang untuk pertama kalinya sejak pembukuan laba pada kuartal IV/2014. Pendapatan dari pengilangan minyak akan terdorong oleh kenaikan persediaan minyak, sedangkan keuntungan pemasarannya diperkirakan stabil sehingga bisa membantu perusahaan tersebut untuk membayar setengah dari pendapatan interimnya sebagai dividen.

Bank Goldman Sachs Group melaporkan, meskipun keuntungan pendapatan Sinopec sudah melebihi perkiraan, masih ada risiko yang bertumbuh di sekitar hasil pendapatan tersebut.

“Kenaikan harga minyak, terutama setelah menembus US$80 per barel, bisa merugikan margin kilang minyak dan pemasarannya,” kata Mark Wiseman, analis Goldman Sachs Group Inc.

Saham Sinopec di Hongkong tercatat mengalami lonjakan sebanyak 3,3% menjadi 7,45 dolar Hongkong pada perdagangan Rabu (25/7). Jumlah tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan kenaikan sejumlah 0,6% yang didapat oleh Hang Seng Index.

Sinopec juga merilis hasil kinerja operasionalnya pada semester I/2018 dengan perincian produksi minyak dan gasnya naik 0,81% dari periode yang sama pada tahun sebelumnya menjadi 223,17 juta barel minyak.

Hasil produksi minyak mentahnya juga mengalami lonjakan sebanyak 1,52% menjadi 143,76 juta barel. Produksi gas alamnya naik 5,3% menjadi 476,2 miliar kaki kubik. Hasil produksi dari pengilangannya naik 2,49% menjadi 120,72 juta ton. Sementara itu, produksi dieselnya anjlok 1,78% menjadi 32,09 juta ton.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Sumber : Bloomberg

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper