Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Konsolidasi Pasar Dorong Bursa Asia Pulih

Upaya pasar untuk berkonsolidasi mengangkat kinerja bursa saham Asia pada perdagangan pagi ini, Kamis (12/7/2018), setelah membukukan penurunan tajam pada sesi perdagangan sebelumnya
Bursa Asia MSCI/Reuters
Bursa Asia MSCI/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Upaya pasar untuk berkonsolidasi berhasil mengangkat kinerja bursa saham Asia pada perdagangan Kamis pagi (12/7/2018), setelah membukukan penurunan tajam pada sesi perdagangan sebelumnya ketika kekhawatiran eskalasi dalam perang dagang AS-China mengguncang sentimen investor.

Dilansir dari Reuters, indeks saham MSCI Asia Pacific, selain Jepang, bergerak positif pagi ini. Pada perdagangan Rabu (11/7), indeks merosot 1% bersama dengan pelemahan pasar ekuitas global.

Pasar saham terpukul pada Rabu setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengancam untuk mengenakan tarif pada impor tambahan senilai US$200 miliar asal China sekaligus memperdalam perselisihan dagang antara dua negara berkekuatan ekonomi terbesar di dunia tersebut.

Rebound sejumlah bursa saham di kawasan Asia mendongkrak gerak indeks MSCI, dengan indeks Shanghai Composite dan CSI 300 China masing-masing menguat 1,89% dan 2,05%. Adapun indeks Hang Seng Hong Kong naik 0,62%.

Sementara itu, indeks Topix dan Nikkei 225 Jepang masing-masing naik 0,66% dan 1,11%, sedangkan indeks Kospi Korea Selatan naik 0,57% pada pukul 10.44 WIB.

Indeks S&P 500 dan Dow Jones di bursa Wall Street Amerika Serikat masing-masing bergerak naik menuju posisi yang lebih tinggi untuk sesi perdagangan berikutnya.

“Pasar memiliki waktu untuk mencermati perkembangan perang dagang terbaru dan siap untuk mulai melakukan konsolidasi,” ujar Masahiro Ichikawa, pakar strategi senior di Sumitomo Mitsui Asset Management.

“Ini telah menjadi pola yang bereaksi terhadap setiap perkembangan baru dan berharap bahwa ketegangan perdagangan mereda dalam beberapa bulan ke depan melalui negosiasi,” lanjutnya, seperti dikutip Reuters.

Fokus pasar beralih ke potensi langkah berikutnya dalam konflik perdagangan yang dipenuhi aksi balas membalas. China menuding Amerika Serikat melakukan intimidasi serta memperingatkan bahwa pihaknya dapat membalas.

“Pilihan pembalasan yang tersedia untuk China termasuk memboikot barang-barang Amerika, devaluasi yuan secara tajam, dan menjual kepemilikan Treasury AS,” tulis Xiao Minjie, ekonom senior di SMBC Nikko Securities di Tokyo.

“Tetapi kami yakin tak satu pun dari langkah-langkah ini yang realistis atau produktif. Langkah paling bijaksana dalam pandangan kami adalah China mempercepat pembukaan pasarnya daripada terus bertukar balasan dengan Amerika Serikat,” lanjutnya.

Di sisi komoditas, harga minyak Brent rebound dan naik menembus level US$74 per barel pagi ini, setelah anjlok hampir 7% dan terlempar ke posisi 73,40, penurunan persentase harian terbesarnya sejak Februari 2016.

Pelemahan harga minyak sebelumnya terdampak tensi perdagangan yang mengancam merugikan permintaan minyak berikut kabar bahwa Libya akan membuka kembali pelabuhannya sehingga meningkatkan ekspektasi pertumbuhan suplai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fajar Sidik
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper