Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AS Siapkan Tarif Impor Baru, Bursa Asia Melorot

Tensi perdagangan yang memburuk antara Amerika Serikat (AS) dan China menekan pergerakan bursa Asia pada perdagangan pagi ini, Rabu (11/7/2018), setelah AS mengancam untuk mengenakan tarif atas barang-barang tambahan asal China senilai US$200 miliar.
bursa asia
bursa asia

Bisnis.com, JAKARTA – Tensi perdagangan yang memburuk antara Amerika Serikat (AS) dan China menekan pergerakan bursa Asia pada perdagangan pagi ini, Rabu (11/7/2018), setelah AS mengancam untuk mengenakan tarif atas barang-barang tambahan asal China senilai US$200 miliar.

Dilansir dari Reuters, indeks saham MSCI Asia Pacific, selain Jepang, turun 1%. Indeks tersebut telah naik selama dua sesi perdagangan sebelumnya seiring meredanya kekhawatiran perang dagang yang menggoyang pasar global pekan lalu.

Pelemahan bursa saham di China menjadi pendorong utama atas pelemahan indeks MSCI, dengan indeks Shanghai Composite dan CSI 300 masing-masing melemah lebih dari 1% pagi ini.

Bursa saham di kawasan Asia lainnya juga memerah, dengan indeks Topix dan Nikkei 225 Jepang, dan Hang Seng Hong Kong yang ikut melorot lebih dari 1%. Adapun indeks Kospi Korea Selatan turun 0,65% pada pukul 10.25 WIB.

Sementara itu, indeks S&P 500 dan Dow Jones di bursa Wall Street Amerika Serikat masing-masing bergerak negatif menuju posisi yang lebih rendah untuk sesi perdagangan berikutnya.

Pemerintah AS mengusulkan untuk memberlakukan tarif tambahan setelah upaya untuk menegosiasikan solusi atas perselisihan dagang antara kedua negara gagal mencapai kesepakatan, menurut pejabat senior pemerintah pada Selasa (10/7) waktu setempat.

Padahal, AS baru saja memberlakukan tarif terhadap barang-barang China senilai US$34 miliar pada Jumat (6/7), yang menarik aksi balasan dari pemerintah China.

Presiden Donald Trump telah memperingatkan bahwa AS pada akhirnya dapat mengenakan tarif terhadap impor China senilai lebih dari US$500 miliar.

“Pasar masih tetap sensitif terhadap tema terkait perdagangan, yang merupakan sesuatu yang harus diperhatikan investor untuk jangka panjang,” kata Yoshinori Shigemi, pakar strategi pasar global di JPMorgan Asset Management, seperti dikutip Reuters.

“Pada saat yang sama, perselisihan perdagangan dapat dengan mudah disalahkan untuk berbagai macam masalah. Tapi itu bisa menutupi faktor-faktor yang juga dapat membebani ekuitas dalam jangka panjang, seperti kebijakan moneter ketat yang dipimpin oleh Amerika Serikat.”

Di sisi lain, harga minyak turun setelah Amerika Serikat mengatakan akan mempertimbangkan permintaan dari beberapa negara untuk dibebaskan dari sanksi yang akan diberlakukan pada November, yang telah mencegah Iran mengekspor minyak.

Padahal, harga minyak mampu naik pada hari sebelumnya, didukung penurunan jumlah stok yang lebih besar dari perkiraan di AS serta kekhawatiran atas pasokan di Norwegia dan Libya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper