Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perang Dagang Berlanjut, Rupiah Dirugikan

Pelaku pasar patut mewaspadai kembalinya rupiah ke level terendah seperti pernah terjadi tiga tahun lalu.
Petugas jasa penukaran valuta asing memeriksa lembaran mata uang rupiah dan dollar AS di Jakarta, Senin (2/7/2018)./ANTARA-Puspa Perwitasari
Petugas jasa penukaran valuta asing memeriksa lembaran mata uang rupiah dan dollar AS di Jakarta, Senin (2/7/2018)./ANTARA-Puspa Perwitasari

Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku pasar patut mewaspadai kembalinya rupiah ke level terendah seperti pernah terjadi tiga tahun lalu.

Maximilianus Nico Demus, Direktur Riset dan Investasi Kiwoom Sekuritas Indonesia, mengatakan upaya Donald Trump meningkatkan tarif impor barang-barang China memang cukup dapat diterima mengingat tingginya defisit perdangangan AS terhadap China.

Untuk memulihkan perekonomian AS, cukup wajar bila Trump ingin mengurangi defisit perdagangan. Selain itu, keputusan Trump juga didasarkan pada asumsi pencurian hak intelektual oleh China atas sejumlah produk AS.

Nico mengatakan, fokus dunia selanjutnya bila perang dagang berlanjut adalah potensi terjadinya currency war. Hal tersebut akan sangat merugikan rupiah yang merupakan mata uang sangat fragile.

Rupiah pernah mecapai level terlemahnya pada 30 September 2015 di level Rp14.736 per dollar AS. Nico mengatakan, pelaku pasar perlu mewaspadai potensi kembali melemahnya rupiah ke level tersebut.

Pada Jumat (6/7), rupiah ditutup di level Rp14.375 per dollar AS, tetapi sempat menyentuh level Rp14.416 pada perdagangan intraday. Oleh karena itu, pasar perlu mewaspadai potensi terlampauinya level ini.

...fokus dunia selanjutnya bila perang dagang berlanjut adalah potensi terjadinya currency war. Hal tersebut akan sangat merugikan rupiah yang merupakan mata uang sangat fragile.

“Ini titik krusial di RP14.400 yang semestinya kita jaga. Kalau misalnya melewati itu, cukup berpotensi untuk kembali ke level tiga tahun lalu,” katanya.

Meski begitu, Nico menilai era pelemahan rupiah seharusnya bisa dimanfaatkan pelaku usaha untuk memacu eksport. Sayangnya, Indonesia belum menjadi negara eksportir yang cukup kuat dan masih banyak mengandalkan bahan baku dan penolong impor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper