Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Friksi Perdagangan Global Pacu Gejolak Harga Minyak

Harga minyak kembali bergejolak karena sanksi AS pada Iran menimbulkan ancaman akan menghapus volume minyak mentah dalam jumlah besar dari pasar global di tengah permintaan global yang meningkat.
/Ilustrasi
/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA — Harga minyak kembali bergejolak karena sanksi AS pada Iran menimbulkan ancaman akan menghapus volume minyak mentah dalam jumlah besar dari pasar global di tengah permintaan global yang meningkat.

Harga minyak Brent Futures pada perdagangan Jumat (29/6) naik 1% atau 0,78 poin menjadi US$78,63 per barel. Pada hari yang sama, harga minyak Brent sempat menyentuh US$79,34 per barel, US$1,49 dari penutupan sesi sebelumnya.

Adapun, harga minyak Amerika Serikat turun tipis 0,11% atau 0,08 poin menjadi US$73,37 per barel. Pada Kamis (28/6) menyentuh level tertinggi sejak November 2014 pada US$74,03 per barel.

Iran merupakan produsen minyak terbesar di dunia, memompa sekitar 4,7 juta barel per hari, atau sekitar 5% dari total produksinya dikirimkan ke China dan negara haus energi lainnya seperti India.

Pemerintah AS ingin menghentikan ekspor minyak Teheran dengan tujuan menghentikan pasokan vital finansial, dan berharap produsen lain di organisasi negara pengekspor minyak (OPEC) dan Rusia bisa memasok lebih untuk menutupi defisit.

Namun, saat ini pasar minyak sudah terlanjur mengetat dengan gangguan tak terduga di Kanada, Libya, dan Venezuela yang memutuskan menghentikan pasokannya.

Sejumlah analis dan investor menilai bahwa tindakan AS terhadap Iran akan membuat harga minyak melonjak tajam.

"Sudah jelas bahwa Arab Saudi dan Rusia harus berusaha keras untuk menanggulangi potensi kehilangan produksi dari Venezuela, Iran, dan Libya," kata Abhishek Kumar, analis Interfax Energy di London, dikutip dari Reuters, Jumat (29/6).

Perusahaan konsultan JBC Energy juga menuturka bahwa dengan sanksi yang semakin kuat, maka harga minyak juga akan terus naik, bahkan bisa mencapai tiga digit.

Sejumlah analis yang disurvei Reuters memproyeksikan pada Jumat (29/6) bahwa rata-rata harga minyak Brent berada pada posisu US$72,58 per barel sepanjang 2018, 90 poin lebih tinggi dari perkiraan senilai US$71,68 per barel pada bulan lalu dan dibandingkan dengan proyeksi tahun lalu pada harga US$71,15 per barel.

Persediaan minyak Amerika Utara juga anjlok karena penutupan operasi Syncrude di Kanada yang menghapus hasil produksi sebanyak 300.000 barel per hari. Suncor Energy memperkirakan penyusutan diperkirakan akan bertahan sepanjang Juli.

Di luar Amerika Utara, permintaan yang tinggi dan pemangkasan pasokan minuak oleh OPEC juga telah mendorong harga.

Para pembeli utama minyak Iran, mencakup Jepang, India, dan Korea Utara diindikasikan akan berhenti mengimpor minyak Iran jika tarif AS sudah berlaku.

Namun, hingga sanksi tersebut berlaku, negara-negara itu sudah membeli minyak Iran dalam jumlah banyak dengan catatan pembelian minyak dari Asia mencapai titik tertingginya selama delapan bulan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper