Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini 6 Sentimen Pemicu Pelemahan Rupiah

Rupiah pekan ini melemah ke level terendahnya bahkan sempat menyentuh di atas Rp14.400. Penyebabnya masih didominasi oleh faktor global.
Pergerakan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat Januari-Mei 2018./Bisnis-Husin Parapat
Pergerakan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat Januari-Mei 2018./Bisnis-Husin Parapat

Bisnis.com, JAKARTA — Rupiah pekan ini melemah ke level terendahnya bahkan sempat menyentuh di atas  Rp14.400. Penyebabnya masih didominasi oleh faktor global.

Ibrahim Assuaibi, Direktur PT Garuda Berjangka, menyebutkan ada enam sentimen yang menjadi faktor utama pelemahan rupiah. Pertama, adanya prospek kenaikan suku bunga Amerika Serikat. 

Kedua, isu perang dagang AS yang meluap tak hanya dengan China, tetapi juga dengan sekutunya seperti Rusia, Kanada, dan Eropa. Ketiga, adanya masalah geopolitik di Timur Tengah yang kembali merekah.

Keempat, defisit neraca perdagangan karena jumlah impornya masih lebih tinggi daripada ekspor. 

Kelima, isu politik dalam negeri, yakni Pemilihan Presiden tahun depan yang membuat investor khawatir.

Terakhir, keenam ada banyak obligasi pemerintah maupun swasta yang jatuh tempo pada Juli mendatang membuat pemerintah harus mengalirkan dolar AS dalam jumlah banyak dan memengaruhi gejolak rupiah.

"Salah satu cara menyelesaikan 6 sentimen itu, dengan menaikkan suku bunga. Pemerintah juga harus berkomitmen pada paket-paket kebijakan untuk menanggulangi pelemahan rupiah. Masalah rupiah saat ini murni masalah eksternal," kata Ibrahim kepada Bisnis Jumat (29/6/2018).

Dia memproyeksikan pada sepekan kedepan rupiah akan bergerak pada Rp13.900 — Rp14.100 per dolar AS setelah BI menaikkan suku bunga. 

Rupiah diharapkan tidak akan terus melemah hingga akhir tahun karena AS dan China akan segera melakukan pertemuan win-win solution.

"Kalau ada titik temu dan perang dagang selesai maka rupiah bisa kembali lagi menguat. Untuk perang global lainnya biasanya akan mengekor selesai, karena isu AS dan China masih yang paling besar."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper