Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dolar AS Tergelincir, Mata Uang di Asia Sedikit Bernapas Lega

Dolar Amerika Serikat tergelincir meskipun imbal hasil AS naik setelah data ekonomi AS menguat, memberi ruang bagi mata uang Asia untuk bernapas lega. Obligasi AS jatuh, sementara saham regional naik lebih tinggi.
Dolar AS./.Bloomberg
Dolar AS./.Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Dolar Amerika Serikat tergelincir meskipun imbal hasil AS naik setelah data ekonomi AS menguat, memberi ruang bagi mata uang Asia untuk bernapas lega. Obligasi AS jatuh, sementara saham regional naik lebih tinggi.

Indeks spot dolar AS yang tercatat di Bloomberg turun 0,3% karena pound sterling reli setelah Inggris dilaporkan akan bersedia untuk tetap berada di dalam serikat pabean Uni Eropa di luar 2021. Adapun imbal hasil AS untuk tenor 10 tahun naik setinggi 3,11%.

Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa Korea Utara belum memberikan pendapat langsung mengenai ajuan pertemuan antara Trump dan Kim Jong Un setelah Korea Utara memberi ancaman lewat media pemerintah untuk mundur dari rencana pertemuan tersebut.

“Ekuitas AS mengalami kenaikan dalam semalam, mungkin bisa membantu untuk sedikit mendorong perdagangan mata uang Asia,” kata Irene Cheung, strategis forex Bank ANZ di Singapura, dikutip dari Bloomberg, Kamis (17/5/2018).

“Sebelumnya kenaikan imbal hasil AS tenor 10 tahun terus menguat ke level tertinggi sehingga terus menekan sejumlah mata uang Asia.”

Mata uang yen Jepang melemah dari dolar AS di tengah kekhawatiran akan diskusi perdagangan antara AS dengan China dan pertemuan Trump dengan Kim Jong Un. Mata uang Thailand baht memimpin pelemahan di Emerging Markets Asia, diikuti oleh rupiah.

Adapun, obligasi Malaysia terjun paling parah pada Emerging Markets Asia setelah menetapkan pajak barang dan jasa menjadi nol. Kemudian, sejumlah ekonom utama juga berekspektasi bahwa Bank Indonesia akan menaikkan suku bunga acuan.

Pada beberapa hari belakangan, rupiah melemah karena data perdagangan yang tidak sesuai perkiraan dan pasar yang masih menantikan keputusan kenaikan suku bunga BI.

Sejumlah 16 dari 29 ekonom yang disurvei Bloomberg memprediksikan BI akan menaikkan suku bunga acuan atau 7-Days Reverse Repo Rate hingga 25 basis poin menjadi 4,5% dan 13 lainnya memprediksi BI akan menahan kenaikan suku bunga.

“Ada kekhawatiran, akankah kenaikan suku bunga yang hanya satu kali akan cukup untuk mendorong rupiah dari pelemahannya,” ujar perwakilan Bank UOB Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Sumber : Bloomberg

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper