Bisnis.com, JAKARTA- Emas berjangka di divisi COMEX New York Mercantile Exchange jatuh ke tingkat terendah tahun ini pada akhir perdagangan Selasa atau Rabu pagi WIB (16/5/2018), tertekan oleh penguatan dolar AS dan kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS.
Harga emas di pasar spot pada penutupan perdagangan Selasa seperti dikutip Bloomberg meninggalkan level US$1.300 per ounce. Yaitu melemah 1,75% le US$1.290,53 per ounce.
Sementara pada perdagangan hari ini, Rabu (16/5/2018), dibuka ke US$1.290,53, dan pada pk. 06.13 jadi menguat 0,17% ke US$1.292,67 per ounce.
Indeks dolar AS, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama saingannya, naik 0,7% menjadi 93,25 pada pukul 18.40 GMT.
Emas dan dolar AS biasanya bergerak berlawanan arah, yang berarti jika dolar AS naik maka emas berjangka akan turun, karena emas yang dihargakan dalam dolar AS menjadi lebih mahal bagi para pemegang mata uang lainnya.
Imbal hasil obligasi pemerintah yang lebih tinggi juga menghambat permintaan terhadap logam mulia yang tidak memberikan imbal hasil, karena imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun yang dijadikan acuan mencapai level tertingginya sejak 2011, seperti dikutip Antara.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun naik 8,9 basis poin menjadi 3,078%.
Sementara itu, dalam pidatonya di Economic Club of Minnesota pada Selasa (15/5/2018), Presiden Federal Reserve San Francisco John Williams mengatakan dia mendukung target the Fed untuk menaikkan suku bunga sebanyak tiga atau empat kali tahun ini, peningkatan secara bertahap selama dua tahun berikutnya.
Suku bunga AS yang lebih tinggi cenderung meningkatkan dolar AS dan imbal hasil obligasi, membuat emas dengan denominasi mata uang dolar AS lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya dan mengurangi daya tarik aset-aset yang tidak memberikan imbal hasil seperti emas.
Bagaimana pergerakan emas selanjutnya? Ikuti lajunya secara live.
Harga emas Comex untuk kontrak Jni 2018 menguat 2 poin atau 0,16% ke level US$1.292,3 per troy ounce.
Harga emas Comex untuk kontrak Jni 2018 menguat 4,5 poin atau 0,35% ke level US$1.294,8 per troy ounce.
Emas Comex di pasar spot menguat 0,43% ke US$1.296,07 per ounce
Pada penutupan perdagangan kemarin, Selasa (15/4/2018), rupiah menduduki posisi terndah tahun ini, yaitu ke level US$1.290,53 per ounce.
Sementara itu tercatat pada 28 Desember 2017, emas Comex di pasar spot berada di level US$1.295,04 per ounce, dan posisi terendah sepanjang tahun lalu adalah US$1.212,46 pada 7 Juli 2017.
Harga emas sedikit pulih pada Rabu ini, setelah meluncur ke level terendah tahun ini setelah melonjaknya imbal hasil obligasi AS dan menguatnya dolar.
Pergerakan harga emas Comex kontrak Juni 2018 naik 3 poin atau 0,23% ke US$1.293,30 per troy ounce pada perdagangan siang ini, Rabu (16/5/2018) pada pk. 11.52 WIB.
Imbal hasil US Treasury bertenor 10 tahun AS mencapai angka tertinggi dalam tujuh tahun terakhir pada Selasa.
Sementara itu, penjualan ritel AS meningkat sedikit pada bulan April saat naik dan harga bensin memotong pengeluaran.
Harga emas Comex untuk kontrak Jni 2018 menguat 3,5 poin atau 0,27% ke level US$1.293,8 per troy ounce.
Pergerakan harga emas Comex kontrak Juni 2018 naik 3 poin atau 0,23% ke US$1.293,30 per troy ounce pada perdagangan siang ini, Rabu (16/5/2018).
Pergerakan harga emas Comex kontrak Juni 2018 naik 2,70 poin atau 0,21% ke US$1.293 per troy ounce pada perdagangan siang ini, Rabu (16/5/2018).
Emas Comex di perdagangan spot menguat 0,26% ke US$1.293,84 per ounce, sementara indeks dolar AS menguat 0,09% ke level 93,3
Pergerakan harga emas Comex kontrak Juni 2018 naik 3 poin atau 0,23% ke US$1.293,30 per troy ounce pada perdagangan pagi ini, Rabu (16/5/2018).
Pergerakan harga emas Comex kontrak Juni 2018 naik 1,50 poin atau 0,12% ke US$1.291,80 per troy ounce pada perdagangan pagi ini, Rabu (16/5/2018).
Pergerakan harga emas Comex kontrak Juni 2018 berbalik naik 1,90 poin atau 0,15% ke US$1.292,20 per troy ounce pada perdagangan pagi ini, Rabu (16/5/2018).
Harga emas Antam di Jakarta Rabu (16 Mei 2017)
Gram | Rp/gram | Gram | Rp/gram |
1 | 650.000 | 10 | 616.400 |
2 | 630.500 | 25 | 613.440 |
2,5 | 626.200 | 50 | 612.460 |
3 | 624.333 | 100 | 611.950 |
4 | 621.500 | 250 | 611.452 |
5 | 621.400 | 500 | 611.050 |
Sumber: Antam
Yield US Treasury 10 tahun kembali bergerak menembus level 3%.
Saktiandi Supaat, analis Maybank, mengatakan bahwa yield US Treasury tenor 10 tahun kembali meningkat ke level 3% sejak Senin (14/5/2018) malam waktu setempat, merespons komentar pejabat The Fed Cleveland Loretta Mester.
Mester mengatakan Fed mungkin harus menaikkan suku bunga ke level restrictive di atas 3% untuk memenuhi tujuan gandanya, yakni inflasi yang stabil dan pengangguran rendah.
“Kami memperingatkan bahwa kenaikan yield US Treasury yang cepat dapat menimbulkan risiko peningkatan pada dolar AS. Rupiah Indonesia, Rupee India, dan Peso Filipina mungkin paling rentan,” kata Saktiandi melalui riset, Selasa (15/5/2018) seperti dikutip Bisnis Indonesia..
I Made Adi Saputra, Kepala Riset Fixed Income MNC Sekuritas, mengatakan bahwa sinyal kenaikan suku bunga The Fed pada Juni mendatang memang sudah sangat kuat dengan probabilitas di atas 90%, meskipun beberapa data pendukung terakhir seperti angka serapan tenaga kerja dan inflasi masih belum sesuai estimasi.
Adanya sentimen baru pendorong kenaikan yield US Treasury memang berpotensi menyebabkan pasar kembali tertekan, setelah selama beberapa hari sebelumnya menguat karena ekspektasi kenaikan suku bunga oleh Bank Indonesia.
Presiden Bank sentral AS San Francisco John Williams meyakini bakal membaiknya perekonomian Amerika Serikat dan global yang bisa menyokong rencana Federal Reserve untuk menaikkan suku bunga tiga hingga empat kali pada tahun ini.
Williams juga mengemukakan inflasi mendekati target, yaitu sebesar 2% setelah terjadi perlambatan pada tahun ini.
Data lainnya adalah jumlah pengangguran berada pada titik terendah sejak tahun 2000. Rangkaian data tersebut menopang Fed dalam memutuskan kenaikan suku bunga.
Sementara itu, kalangan investor mengharapkan the Fed menaikkan suku bunganya untuk kedua kalinya pada tahun ini pada Juni.
Terkait inflasi, Williams mengatakan dia tidak akan terlalu mengkhawatirkan jika tekanan harga melampaui target.
"Tapi tentu saja, kami melihat tingkat tekanan inflasi, tekanan upah, semua mulai membangun, itu akan memperdebatkan pengetatan kebijakan moneter yang agak lebih cepat," kata seperti dikutip Bloomberg, Rabu (16/6/2018).
Namun, Williams meyakini besaran suku bunga tetap rendah dalam jangka panjang.