Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Produksi Minyak Mentah AS Naik, Bullish Harga Minyak Terancam Gagal

Harga minyak mentah bergerak stabil pada perdagangan Rabu (25/4/2018), namun masih lebih rendah bila dibandingkan dengan pencapaian level tertinggi selama tiga tuhun pada sesi sebelumnya. Kondisi tersebut disebabkan oleh persediaan bahan bakar Amerika Serikat dan produksi tersebut berbanding terbalik dengan target pasar untuk bullish.
Prediksi Harga Minyak WTI/Reuters
Prediksi Harga Minyak WTI/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah bergerak stabil pada perdagangan Rabu (25/4/2018), namun masih lebih rendah bila dibandingkan dengan pencapaian level tertinggi selama tiga tuhun pada sesi sebelumnya. Kondisi tersebut disebabkan oleh persediaan bahan bakar Amerika Serikat dan produksi tersebut berbanding terbalik dengan target pasar untuk bullish.

Pada perdagangan Rabu, pukul 09.47 WIB, harga minyak mentah Brent berjangka berada pada posisi US$73,71 per barel, 0,15 poin atau 0,20% di bawah penutupan perdagangan sebelumnya dan hampir selisih US$1,7 di bawah level tertinggi November 2014 yang mencapai US$75,47 per barel.

Sementara itu, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) berada pada posisi US$67,61 per barel, turun 0,9 poin atau 0,13% dari penutupan sesi sebelumnya dan lebih rendah dari level tertinggi yang dicapai pada awal April senilai US$69,56 per barel.

Secara keseluruhan, sejumlah analis mengatakan bahwa pada masa pasokan berlebih pada 2014 saat ini sudah tidak dalam kondisi yang sama karena pasokan justru kurang sedangkan permintaan menguat.

Kondisi tersebut didorong oleh pemangkasan produksi yang dilakukan organisasi negara pengekspor minyak (OPEC) yang dimulai pada awal 2017 dengan tujuan menopang jatuhnya harga minyak di pasar. Selain itu, adanya risiko geopolitik yang mengganggu pasokan di Timur Tengah, Venezuela dan Afrika.

Akibat adanya pengetatan pasar, saat ini kurva harga minyak mentah Brent berada pada posisi di atas US$70 per barel dan diprediksi bertahan hingga akhir 2018, dan kembali ke level di atas US$60 per barel sepanjang 2020.

“Sentimen pasar berbalik arah dari keadaan bullish terhadap komoditas,” ujar Lukman Otunuga, analis riset pialang berjangka FXTM.

Meskipun begitu, Otunuga mengatakan “khawatir akan ada reli yang berkeberlanjutan” karena terdorong oleh isu risiko geopolitik di Timur Tengah.

“Dengan produksi minyak serpih AS yang meningkat menjadi tema kunci bagi pasar yang memberatkan harga minyak, akan sangat menarik melihat seberapa besar apresiasi harga minyak sebelum kondisi bearish dimulai,” ujar Otunuga.

Dengan kebanyakan produsen AS yang mendapat keuntungan saat ini dari harga di bawah US$40 per barel dan kurva yang semakin meninggi untuk beberapa tahun kedepan, penambang Amerika sepertinya akan lanjut menambah produksi karena mereka bisa melindungi diri sendiri dan mendapat keuntungan untuk tahun-tahun mendatang.

Produksi minyak mentah AS telah mengalami kenaikan lebih dari seperempatnya sejak pertengahan 2016 menjadi 10,54 juta barel per hari (bpd), melewati produksi Arab Saudi sekitar 10 juta bpd. Hanya Rusia yang masih memproduksi lebih hingga sekitar 11 juta bpd.

Berdasarkan laporan dari Institusi Minyak Amerika pada Selasa (24/4/2018), persediaan minyak mentah AS naik 1,1 juta barel pada pekan 20 April menjadi 429,1 juta barel.
Laporan persediaan mingguan produksi minyak AS akan disiarkan pada Rabu ini oleh Administrasi Informasi Energi (EIA).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper