Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Intiland (DILD) Punya Cadangan Lahan Untuk 20 Tahun

Emiten properti PT Intiland Development Tbk. mengklaim cadangan lahan yang dimiliki perseroan seluas 2.050,6 hektare akan cukup untuk kebutuhan pengembangan perseroan selama 20 tahun ke depan.
Pekerja mengoperasikan alat berat dan truk untuk meratakan dan memindahkan tanah/JIBI-Zufrizal
Pekerja mengoperasikan alat berat dan truk untuk meratakan dan memindahkan tanah/JIBI-Zufrizal

Bisnis.com, JAKARTA—Emiten properti PT Intiland Development Tbk. mengklaim cadangan lahan yang dimiliki perseroan seluas 2.050,6 hektare akan cukup untuk kebutuhan pengembangan perseroan selama 20 tahun ke depan.

Archied Noto Pradono, Direktur Pengelolaan Modal dan Investasi Intiland, mengatakan cadangan lahan perseroan berada di dua kawasan utama, yakni Jakarta dan sekitar, serta Surabaya dan sekitarnya.

Cadangan lahan di Jakarta dan sekitarnya mencapai 1.640,2 hektare atau sekitar 80% dari total cadangan lahan perseroan, sementara cadangan lahan di Surabaya dan sekitar sekitar 410,4 hektare atau 20% dari total cadangan lahan.

Perseroan selama ini memang memfokuskan bisnisnya pada pengembangan proyek-proyek properti untuk segmen menengah ke atas di dua kota terbesar di Indonesia, yakni Jakarta dan Surabaya. Namun, perseroan melaporkan bahwa sekitar 1000 ha dari cadangan lahan di Jakarta dan sekitarnya terkonsentrasi di Maja, Lebak, Banten.

“Cadangan lahan terbesar kami ada di Maja, sekitar 1000 ha. Kami masih menunggu pembangunan infrastruktur untuk lokasi kita di sana. Jadi, kita masih wait and see di sana,” katanya, Jumat (20/4/2018).

Archied mengatakan, meskipun cadangan lahan di Maja paling besar, tetapi nilainya tidak sebanding dengan cadangan lahan di pusat kota Jakarta dan Surabaya. Perseroan juga merasa pembangunan di Maja masih membutuhkan waktu untuk mencapai level ekonomis yang cukup menguntungkan.

“Maja memang kita lihat sudah banyak pembangunan properti, kita lihat waktunya sudah dekat juga. Kita lagi berencana. Maja itu lokasinya jauh sekali, kelihatannya masih perlu menunggu. Kita masih berhitung karena kalau kita investasikan infrastrukturnya, kelas daya beli di sana masih menengah ke bawah. Jadi, harga jualnya dibandingkan biaya infrastruktur harus dihitung,” katanya, Jumat (20/4/2018).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fajar Sidik

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper