Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PP Properti (PPRO) Akan Terbitkan Obligasi dan MTN Rp1,6 Triliun

Emiten properti PT PP Properti Tbk. berencana menerbitkan obigasi baru senilai Rp1 triliun dan medium term notes atau MTN senilai Rp600 miliar pada tahun ini.
Jajaran direksi PPRO usai RUPST di Jakarta, Selasa (17/4/2018)-Bisnis-Emanuel B. Caesario
Jajaran direksi PPRO usai RUPST di Jakarta, Selasa (17/4/2018)-Bisnis-Emanuel B. Caesario

Bisnis.com, JAKARTA — Emiten properti PT PP Properti Tbk. berencana menerbitkan obigasi baru senilai Rp1 triliun dan medium term notes atau MTN senilai Rp600 miliar pada tahun ini. 

Indaryanto, Direktur Keuangan PP Properti, mengatakan bahwa arus kas perseroan pada tahun ini memang akan meningkat cukup tajam sebab perseroan menggunakan strategi penjualan secara jumbo atau bulk sales proyek apartemen, hotel atau perumahan kepada mitra tertentu.

Pembayaran uang muka 20% dari mitra akan cukup untuk menopang arus kas perseroan. Arus kas perseroan yang pada akhir tahun lalu sekitar Rp70 miliar akan meningkat menjadi Rp300 miliar. Namun, perseroan tetap akan melakukan aksi korporasi baru tahun ini untuk memenuhi belanja modal.

Tahun lalu, perseroan telah menerbitkan 5 seri MTN dengan total nilai Rp1,2 triliun dan rights issue Rp1,5 triliun.Menurutnya, dana hasil penerbitan MTN dan rights issue tahun lalu sudah terserap habis untuk pembelian lahan tahun lalu sehingga perseroan butuh dana segar baru untuk ekspansi tahun ini.

“Sebentar lagi kita akan terbikan obligasi. Itu untuk membayar sisa tunggakan pembelian lahan tahun lalu yang kita beli secara cicil. Dana ini juga untuk proyek hospitality kita seperti hotel dan mall,” katanya, Selasa (17/4/2018).

Tahun ini, perseroan menganggarkan belanja modal senilai Rp1,8 triliun. Selain itu, ada utang jatuh tempo senilai total sekitar Rp250 miliar. Untuk itu, perseroan akan melakukan menarik untang baru untuk pembiayaan investasi dan refinancing.

Indaryanto mengatakan, perseroan sudah pernah menerbitkan obligasi senilai Rp600 miliar pada 2016 lalu. Kini, perseroan siap untuk menjajaki instrumen obligasi berkelanjutan.

Emiten dengan kode saham PPRO ini akan menerbitkan obligasi berkelanjutan senilai total Rp2 triliun. Namun, pada tahap pertama tahun ini, PPRO mengincar Rp1 triliun. Perseroan menggunakan buku laporan keuangan per 31 Desember 2017 untuk emisi surat utang ini.

“Sekarang sedang diproses oleh tim kami. Kami masih harus tunggu proses ke OJK dan BEI. Ini akan pakai buku Desember 2017 sehingga akan diproses di kuartal kedua ini. Namun, kami harapkan mungkin rising fund akan terjadi di awal Juli,” katanya.

Perseroan menunjuk Danareksa Sekuritas, Indo Premier Sekuritas, CIMB Sekuritas, dan Trimegah Sekuritas sebagai underwriter. Dirinya belum mengungkapkan target tenor dan jumlah seri yang akan dilepas.

Selain itu, perseroan akan kembali menerbitkan MTN tahun ini senilai Rp600 miliar. Rencananya, aksi korporasi ini baru akan dilakukan pada semester kedua nanti.

Menurutnya, emisi MTN dibutuhkan untuk menjaga ketersediaan likuiditas perseroan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Apalagi, perseroan akan melakukan pembangunan besar-besaran tahun ini secara sekaligus sebab adanya penjualan bulk kepada mitra strategis.

Dengan demikian, kredit bank yang bisa ditarik perseroan sebagian besar hanya bisa digunakan untuk kebutuhan konstruksi proyek bulk sales tersebut. Sementara itu, bank cenderung keberatan untuk mengucurkan kredit bagi kebutuhan pembangunan mal, hotel, dan pelunasan pembelian lahan.

“Kita mendapatkan kepercayaan yang cukup besar dari pasar. Sekarang pasar sudah menanti kapan kita akan terbitkan MTN atau bond, dia siap menyerap. Pasar yakin dengan kami,” katanya.

Adapun, tahun lalu PT Pemeringkat Efek Indonesia atau Pefindo telah menurunkan peringkat penerbit dan surat utang PPRO dari idBBB+ menjadi idBBB. Alasannya, rasio keuangan PPRO menjadi semakin mengetat setelah perseroan terlalu agresif berutang.

Indaryanto mengatakan, ukuran yang dipakai Pefindo relatif kurang sesuai dengan karakter bisnis properti. Pasalnya, Pefindo melakukan penilaian berdasarkan besaran EBITDA perseroan untuk mengukur kemampuan membayar utang perseroan.

Padahal, penarikan utang perseroan tidak otomatis mampu menaikkan tingkat EBITDA perseroan, sebab dana tersebut digunakan untuk kebutuhan modal kerja yang baru akan termonetisasi beberapa tahun kemudian. Misalnya, untuk pembelian lahan, konstruksi hotel, atau mall.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Riendy Astria
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper