Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

China Kerek Tarif Kedelai AS, Permintaan CPO Berpotensi Terangkat

Pengenaan tarif kedelai yang lebih tinggi kemungkinan akan menghasilkan pembelian kedelai AS yang lebih sedikit ke China dan pada gilirannya dapat menciptakan potensi bagi CPO sebagai pengganti kedelai untuk mengambil pangsa pasar.
Petani memindahkan kelapa sawit hasil panen ke atas truk di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (4/4/2018)./JIBI-Rachman
Petani memindahkan kelapa sawit hasil panen ke atas truk di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (4/4/2018)./JIBI-Rachman

Bisnis.com, JAKARTA – Pengenaan tarif kedelai AS oleh China berpotensi mendorong kenaikan permintaan minyak kelapa sawit/crude palm oil (CPO).

Sejumlah analis berpendapat pengenaan tarif kedelai yang lebih tinggi kemungkinan akan menghasilkan pembelian kedelai AS yang lebih sedikit ke China dan pada gilirannya dapat menciptakan potensi bagi CPO sebagai pengganti kedelai untuk mengambil pangsa pasar.

Selama beberapa dekade, kedelai telah menjadi saingan bagi CPO karena kedua komoditas tersebut sering bersaing untuk pangsa pasar di China dan India, pasar minyak nabati terbesar di dunia.

China juga telah meningkatkan impor kedelai dalam beberapa tahun terakhir karena kebutuhan bagi peternakan skala besar di samping kekurangan pakan dalam negeri yang kaya protein. Hal ini telah meningkatkan konsumsi kedelai sehingga impor kedelai dari AS berkelanjutan dan stabil.

Pakar industri sawit terkemuka M.R. Chandran mengatakan bahwa keputusan tarif 25% atas impor kedelai AS oleh China bisa melukai pasar kedelai, khususnya produsen babi China karena sebagian besar impor kedelai diproses menjadi pakan babi.

“Langkah ini akan menaikkan harga makanan pokok China dalam jangka menengah,” kata Chandran, dilansir dari Malaysian Palm Oil Council (MPOC) mengutip informasi The Star.
Chandran memprediksi, dalam jangka pendek hingga menengah, akan ada permintaan tambahan untuk CPO dari China.

“Namun, kita harus ingat bahwa minyak sawit saja tidak dapat sepenuhnya mengganti soymeal yang kaya akan protein untuk sektor peternakan skala besar China,” tambah Chandran.

Affin Hwang Capital Research dalam publikasi risetnya percaya bahwa tarif China pada kedelai AS berimbas positif untuk negara--negara penghasil CPO, terutama Indonesia dan Malaysia.

“Jika permintaan untuk produk minyak sawit meningkat setelah tarif 25% pada kedelai AS, ini berpotensi meningkatkan harga CPO. Ini bisa membantu meningkatkan permintaan untuk produk CPO dan membantu menurunkan tingkat persediaan,” paparnya.

Persediaan Malaysia tercatat mencapai 2,48 juta ton, naik 69,8% year on year (yoy) pada akhir Februari 2018 dan menurut survei Bloomberg diperkirakan turun pada periode Maret menjadi 2,28 juta ton.

“Ada kemungkinan reli jangka pendek jika peristiwa ini (tarif) terwujud. Untuk saat ini, kami mempertahankan asumsi harga jual rata-rata CPO untuk 2018 sebesar 2.600 ringgit dan untuk 2019 sebesar 2.500 ringgit per ton,” tambahnya.

Proyeksi lain, Kenanga Investment Research mempertahankan pandangan “netral” di sektor perkebunan dengan perkiraan harga CPO pada 2018 tidak berubah sebesar 2.400 ringgit per ton.

“Kuartal pertama di tahun ini harga CPO rata-rata 2.469 ringgit per ton, mendekati perkiraan kami sebesar 2.500 ringgit per ton. Kami memprediksi harga CPO kuartal kedua menjadi rata-rata 2.400 ringgit per ton,” papar riset.

Asumsi tersebut didasarkan pada kemungkinan gejolak harga lantaran adanya kebijakan perdagangan proteksionisme.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Eva Rianti
Editor : Fajar Sidik
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper