Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dolar AS Flat, Rupiah Lanjut Melemah pada Hari Kelima

Rupiah ditutup melemah 0,08% atau 11 poin ke level Rp13.778 per dolar AS, setelah dibuka juga dengan pelemahan 0,09% atau 13 poin di posisi Rp13.780 per dolar AS.
Ilustrasi seorang pegawai bank tengah menghitung penukaran uang rupiah dengan dolar AS/Bisnis.com
Ilustrasi seorang pegawai bank tengah menghitung penukaran uang rupiah dengan dolar AS/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah ditutup melemah kembali ditutup melemah pada perdagangan hari kelima berturut-turut, Jumat (6/4/2018).

Rupiah ditutup melemah 0,08% atau 11 poin ke level Rp13.778 per dolar AS, setelah dibuka juga dengan pelemahan 0,09% atau 13 poin di posisi Rp13.780 per dolar AS.

Sepanjang perdagangan hari ini rupiah terus tertekan di zona merah pada kisaran Rp13.770 – Rp13.787 per dolar AS.

Adapun pada perdagangan Kamis (5/4), rupiah ditutup melemah hanya 0,01% atau 1 poin ke posisi Rp13.767 per dolar AS.

Sementara itu, pergerakan mata uang di Asia terhadap dolar AS mayoritas melemah, dengan hanya peso Filipina yang menguat sebesar 0,06%.

Adapun pelemahan mata uang di Asia dipimpin oleh won Korea Selatan yang terdepreasiasi 0,89%, disusul yan Offshore China yang melemah 0,31% dan dolar Taiwan yang turun 0,18%.

Sementara itu, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama hari ini terpantau melemah 0,03% atau 0,027 poin ke level 90,433.

Dilansir Bloomberg, dolar AS cenderung karena investor memangkas ekspektasi terhadap greenback sebelum data payroll AS bulanan yang mungkin menandakan tekanan harga di AS.

Sementara itu, konflik perdagangan yang meningkat antara Amerika Serikat dan China belum mempengaruhi pasar mata uang dan sebagian besar tetap berada dalam kisaran dan ukuran volatilitas terendah dalam 2018.

Hari ini, China memperingatkan bahwa pihaknya akan melawan "dengan cara apa pun" jika AS tetap pada pendirian proteksionisnya, setelah Presiden Donald Trump mengancam untuk mengenakan tarif tambahan senilai US$100 miliar.

"Setiap eskalasi dalam retorika perang perdagangan akan lebih negatif bagi China daripada AS, mengingat ketergantungan relatif pada perdagangan, tetapi untuk saat ini, pasar terfokus pada data payroll," kata Richard Falkenhall, analis mata uang senior di SEB di Stockholm, seperti dikutip Bloomberg.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper