Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pascalarangan BI, Pengguna Uang Virtual Semacam Bitcoin Turun Drastis

Bank Indonesia mengklaim bahwa investor pengguna dan pemilik mata uang virtual atau cryptocurrency di Indonesia turun drastis usai Bank Indonesia mengeluarkan larangan pada awal tahun ini.
Ilustrasi Bitcoin diletakkan di atas lembaran uang dolar AS./REUTERS-Dado Ruvic
Ilustrasi Bitcoin diletakkan di atas lembaran uang dolar AS./REUTERS-Dado Ruvic

Bisnis.com, SEMARANG – Bank Indonesia mengklaim bahwa investor pengguna dan pemilik mata uang virtual atau cryptocurrency di Indonesia turun drastis usai Bank Indonesia mengeluarkan larangan pada awal tahun ini.

Kepala Grup Pengaturan dan Perizinan Sistem Pembayaran (DKSP) BI Ida Nuryanti mengatakan, berdasarkan data yang diperolehnya, jumlah investor cryptocurrency turun dari 1,14 juta orang menjadi sekitar 300.000 orang.

Hal itu menurutnya, merupakan dampak dari kesadaran para investor terhadap risiko besar yang dikandung oleh mata uang virtual tersebut.

“Penurunan drastis itu terjadi sejak awal tahun BI keluarkan keputusan bahwa virtual currency termasuk Bitcoin tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah,” katanya, Kamis (5/4/2018).

Seperti diketahui, pada 18 Januari lalu, otoritas moneter Indonesia tersebut menyatakan, penggunaan mata uang virtual akan bertentangan ketentuan dalam Undang-Undang No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang.

Pasalnya, UU tersebut menyatakan bahwa mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia dan setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, atau kewajiban lain yang harus dipenuhi dengan uang, atau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah NKRI wajib menggunakan rupiah.

Kendati telah mengalami penurunan jumlah investor di Indonesia, BI mengaku tidak akan mengendurkan pengawasannya kepada para individu atau institusi yang melakukan transaksi menggunakan cryptocurrency.

Kepala Departemen Komunikasi BI Agusman mengatakan, otoritas tidak akan berpikir dua kali untuk menindak tegas pengguna cryptocurency di Indonesia sebagai alat pembayaran atau investasi.

Menurutnya, penggunaan mata uang virtual tersebut sudah sangat terbatas di Tanah Air. Pasalnya, saat ini tidak ada lembaga keuangan yang mengakomodir penggunaan mata uang virtual tersebut.

Terkait rencana BI untuk mengadopsi teknologi blockchain, Agusman menyebutkan, proses kajian masih terus dilakukan oleh otoritas. Proses tersebut masih membutuhkan waktu yang relatif panjang, terutama dalam pengkajian aspek risiko dari teknologi itu.

Terpisah, negara-negara anggota Group of 20 (G20) hingga saat ini belum dapat memberikan keputusan spesifik mengenai regulasi mata uang virtual. Para pembuat kebijakan di berbagai belahan dunia, sejatinya telah mendesak adanya kesepakatan dan regulasi internasional mengenai mata uang virtual.

Para menteri keuangan dan sentral bank dari G20 dalam pertemuan di Buenos Aires pada Maret lalu mengatakan bahwa mata uang virtual tidak akan mengancam stabilitas keuangan. Akan tetapi, mereka menilai aset itu masih rentan dan dapat digunakan untuk praktik pencucian uang atau terorisme.

Berdasarkan data dari coinmarketcap.com pada Kamis (5/4), nilai tukar mata uang virtual dengan kapitalisasi terbesar di dunia, yakni Bitcoin berada pada level US$6.873. Nilai tersebut melorot tajam dari level tertingginya pada 2017 lalu, dengan menembus US$20.000. 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper