Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mampu Kuasai Sejumlah Proyek, Acset Indonusa (ACST) Kian Optimistis

PT Acset Indonusa Tbk. mampu membukukan pencapaian positif di tengah himpitan kontraktor pelat merah yang menguasai sejumlah proyek pemerintah.

Bisnis.com, JAKARTA - PT Acset Indonusa Tbk. mampu membukukan pencapaian positif di tengah himpitan kontraktor pelat merah yang menguasai sejumlah proyek pemerintah.

Berdasarkan laporan keuangan 2017, emiten berkode saham ACST itu berhasil mencatatkan kenaikan laba bersih 125,7% secara year on year pada 2017 ditopang pendapatan dari sektor infrastruktur. Jumlah yang dikantongi perseroan naik dari Rp68,3 miliar pada 2016 menjadi Rp154,2 miliar pada tahun lalu.

Sementara itu, pendapatan usaha emiten berkode saham ACST itu tumbuh 68,7% secara yoy pada 2017. Pendapatan naik dari Rp1,79 triliun menjadi Rp3,02 triliun.

Berdasarkan sumber pendapatan usaha, sektor infrastruktur memimpin kontribusi dengan persentase 63%. Sementara itu, sektor lain menyusul dengan kontribusi masing-masing yakni konstruksi 24%, fondasi 9%, dan lainnya 4%.

Sektor infrastruktur masih memegang peranan terbesar dalam pendapatan perusahaan. Pasalnya, sektor ini merupakan kontributor tertinggi dari total perolehan kontrak baru ACST pada 2017.

Adapun, sejumlah kontrak yang dikantongi perseroan tahun lalu antara lain Tol Layang Jakarta-Cikampek II, Tol Bakauheni-Sidomulyo, Toll Jakarta Outer Ring Road II Ruas Kunciran-Serpong, pekerjaan sipil Light Rail Transit Cawang-Dukuh Atas, dan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Jepara Unit 5 dan 6.

Selain itu, ACST juga mendapatkan pekerjaan fondasi Menara Tendean, Jakarta dan mixed used development di Kebon Sirih, Jakarta. Dengan demikian, total nilai kontrak baru yang dikantongi perseroan pada 2017 melebihi target yang dipasang Rp7,5 triliun.

Saat ini, ACST tercatat masih mengerjakan sejumlah proyek lain dengan jumlah kontrak Rp10,5 triliun. Nilai tersebut berasal dari carry over order 2016 dan kontrak baru tahun 2017.

Sekretaris Perusahaan Acset Indonusa Maria Cesilia Hapsari mengatakan perseroan akan mengembangkan kemampuan dalam proyek-proyek soil improvement untuk pengembangan usaha tahun ini. Sejak 2017, ACST telah mendapatkan pekerjaan tersebut.

Sebagai contoh, sambungnya, perseroan mendapatkan kontrak untuk soil improvement pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Batang. Proyek tersebut bagian dari target 35.000 megawatt milik pemerintah.

Di sisi lain, Maria menyebut perseroan akan masuk ke dalam bisnis port, baik sea port maupun air port. Dengan strategi tersebut, diharapkan ACST dapat mengantongi pendapatan yang lebih baik pada tahun ini.

“Untuk mencapai target kontrak baru tahun ini [Rp10 triliun] kami masih fokus mengandalkan proyek infrastruktur selain sektor lain tadi,” ujarnya kepada Bisnis.com belum lama ini.

Sebagai catatan, ACST membidik kontrak baru senilai Rp10 triliun pada 2018 atau meningkat hingga 19% dibandingkan dengan realisasi Rp8,4 triliun pada 2017.

Perseroan merevisi target kontrak baru pada awal tahun karena perusahaan mendapatkan kontrak besar dari proyek jalan tol layang Jakarta-Cikampek. Porsi pekerjaan Acset Indonusa sebesar 49% sedangkan 51% lainnya dikerjakan oleh BUMN konstruksi, PT Waskita Karya (Persero) Tbk.

Nilai investasi proyek tersebut mencapai Rp13,5 triliun. Proyek jalan tol sepanjang 38,6 kilometer itu terbentang dari Cikunir sampai Karawang Barat di dengan lama pekerjaan konstruksi selama 24 bulan.

ARUS KAS

Laporan keuangan periode 2017 milik perseroan mencatat, arus kas bersih yang digunakan untuk aktivitas operasi tahun lalu negatif Rp1,12 triliun. Jumlah itu melonjak drastis dibandingkan dengan posisi 2016 senilai Rp158,25 miliar.

Maria menjelaskan bahwa penyebab negatifnya arus kas perseroan akibat proyek jalan tol Jakarta-Cikampek yang bersifat turnkey. Artinya, ACST akan menerima pembayaran setelah pekerjaan selesai.

Dengan demikian, pihaknya menyebut arus kas operasional perseroan akan negatif hingga 2018.

“Yang dapat kami lakukan adalah menyelesaikan proyek tepat waktu sehingga mendapatkan pembayaran dari owner,” jelasnya.

Kemarin, perseroan juga menyatakan telah mendapat dana segar berupa pinjaman modal kerja dari PT United Tractors Tbk. senilai Rp1,6 triliun. Utang tersebut memiliki bunga JIBOR +3% atau setara 8,46% per tahun.

Di sisi lain, analis BCA Sekuritas, Pandu Anugrah dan Michael Ramba, dalam risetnya menuliskan nilai kontrak ACST menjadi yang terbesar di antara kontraktor swasta. Kendati demikian, jumlah yang dikantongi perseroan memang lebih kecil dibandingkan dengan kontraktor pelat merah.

Terobosan kontrak terbesar ACST terjadi saat perseroan mengantongi proyek jalan tol Jakarta-Cikampek senilai Rp6,6 triliun. Salah satu penopang keberhasilan kontraktor swasta pada tahun lalu yakni dukungan dari dua pemilik saham terbesar, United Tractors dan Karya Saputra Perkasa.

BCA Sekuritas mengungkapkan price to earning ratio (PER) ACST sebesar 8,4 kali lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata kontraktor pelat merah sebesar 11,9 kali. Dengan demikian, saham perseroan masih memiliki prospek menjajikan ke depannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Riendy Astria
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper