Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kurangi Risiko Repricing, Investor Disarankan Atur Ulang Strategi Investasi

Investor disarankan untuk memilih strategi investasi yang terstruktur dengan tingkat risiko yang cukup kecil di tengah adanya peninjauan kembali asumsi nilai harga acuan (repricing) terhadap sejumlah aset investasi.
Direktur Utama PT Bahana TCW Invesment Management Edward Lubis (tengah) saat berkunjung ke kantor Bisnis Indonesia, di Jakarta, Rabu (30/8)./JIBI-Nurul Hidayat
Direktur Utama PT Bahana TCW Invesment Management Edward Lubis (tengah) saat berkunjung ke kantor Bisnis Indonesia, di Jakarta, Rabu (30/8)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA - Investor disarankan untuk memilih strategi investasi yang terstruktur dengan tingkat risiko yang cukup kecil di tengah adanya peninjauan kembali asumsi nilai harga acuan (repricing) terhadap sejumlah aset investasi.

Pasalnya, repricing ini berpotensi meningkatkan risiko ketidakpastian. Risiko repricing ini mulai terlihat dari pergerakan imbal hasil obligasi Indonesia. Berdasarkan data Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA), Indonesia Composite Bond Index (ICBI) melemah 0,3% dalam sepekan terakhir.

"Untuk mengurangi risiko repricing, investor bisa mengalihkan portofolio ke investasi atau reksa dana yang memberi yield tetap," kata Edward Lubis, President Direktur PT Bahana TCW Investment Management melalui keterangan resmi yang diterima, Senin (5/3/2018).

Hal ini bertujuan agar investor tetap memperoleh kestabilan imbal hasil atau return dalam berinvestasi, terhindar dari risiko repricing yang terjadi di pasar saham dan obligasi (fixed income), serta memberikan perlindungan modal (capital protective).

Dia menambahkan, jika kondisi pasar sudah lebih stabil memperoleh kepastian dari rencana kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS) dari The Fed, maka investor bisa mengalihkan lagi portofolio ke pasar modal.

Direktur Strategi Investasi dan Kepala Makroekonomi PT Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat menambahkan, kebijakan pemotongan pajak yang diterapkan Pemerintah AS akan memangkas penghasilan negara.

Sementara itu, AS juga memiliki rencana untuk pembangunan infrastruktur yang memakan biaya yang cukup besar. Oleh sebab itu, Pemerintah AS diduga akan meminjam utang dalam jumlah besar.

"Pemulihan ekonomi di AS akan memicu risiko inflasi AS yang lebih tinggi dari 1,8% menjadi 2,1% pada akhir tahun. Hal ini akan mendorong kenaikan yield US Treasury yang menjadi acuan dari bond negara lainnya," jelasnya.

Bahana melihat bahwa aksi repricing telah membuat kenaikan imbal hasil surat utang negara (SUN) Indonesia, namun kondisi ini sebenarnya bisa dimanfaatkan investor untuk mulai mengatur ulang portofolio mereka. "Saat ini merupakan kesempatan bagi investor lokal untuk melirik yield yang naik ini dan melakukan rebalancing asset," sambungnya.

Potensi dari risiko repricing juga diproyeksi akan terjadi pada pasar modal Indonesia. Akan tetapi, Bahana TCW Investment Management optimistis kondisi pasar modal Indonesia akan tetap positif dalam menghadapi dinamika perubahan pasar global.

Sebab, motor penggerak pasar modal Indonesia lebih banyak. Dari sisi internal, Indonesia memiliki bonus demografi penduduk berusia muda dan urbanisasi. Adapun dari sisi eksternal, harga komoditas dari sektor energi, termasuk batubara dan pertambangan mineral lainnya mengalami pemulihan.

Tak hanya itu, berbagai sentimen internal yang mewarnai pada tahun ini akan menjadi nilai positif bagi pasar modal Indonesia. Misalnya, kondisi tahun politik yang diwarnai dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di banyak wilayah di Indonesia akan mendorong belanja konsumsi masyarakat.

Hal ini menjadi stimulus positif bagi beberapa sektor seperti sektor konsumsi dan media. Kemunculan bisnis digital seperti e-commerce juga akan meningkatkan ekonomi usaha kecil dan menengah (UKM), sektor bank, dan telekomunikasi. Pembangunan infrastruktur pemerintah juga akan menambah nilai bagi sektor properti.

"Sementara itu, potensi kenaikan pada kondisi obligasi Indonesia tak akan cukup besar, namun kenaikan yield obligasi bisa menjadi kesempatan bagi investor lokal sebagai penyeimbang aset," ujarnya.

Soni Wibowo, Direktur Riset dan Kepala Investasi Alternatif PT Bahana TCW Investment Management, menuturkan Bahana memiliki produk reksa dana yang lengkap dan terstruktur dalam mengurangi risiko repricing ini, baik reksa dana di pendapatan tetap maupun reksa dana saham.

“Untuk saham, kami tetap mengacu pada saham-saham yang defensif terhadap volatilitas market dengan mengacu acuan indeks LQ45 dan IDX 30,” ungkap Soni.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Tegar Arief
Editor : Riendy Astria
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper