Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ikuti Pelemahan Kurs di Asia, Rupiah Ditutup Terdepresiasi 67 Poin

Rupiah ditutup melemah 0,49% atau 67 poin di Rp13.685 per dolar AS, setelah dibuka melemah 0,18% di posisi Rp13.643. Pada perdagangan Rabu (21/2) rupiah ditutup melemah 0,18% atau 25 poin di posisi Rp13.643 per dolar AS.
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah melanjutkan reli pelemahan pada hari keempat berturut-turut pada perdagangan hari ini, Kamis (22/2/2018).

Rupiah ditutup melemah 0,49% atau 67 poin di Rp13.685 per dolar AS, setelah dibuka melemah 0,18% di posisi Rp13.643. Pada perdagangan Rabu (21/2) rupiah ditutup melemah 0,18% atau 25 poin di posisi Rp13.643 per dolar AS. Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah bergerak di kisaran Rp13.643 – Rp13.700 per dolar AS.

Bersama rupiah, mayoritas mata uang lainnya di Asia terpantau melemah, dipimpin oleh won Korea Selatan yang melemah 0,74%, disusul rupiah kemudian rupee India yang turun 0,42%. Di sisi lain, yen Jepang menguat 0,44%, sedangkan dolar Hong Kong naik 0,01%.

Sementara itu, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama hari ini terpantau menguat 0,07% atau 0,064 poin ke level 90,064 pada pukul 17.06 WIB.

Dilaporkan Bloomberg, mata uang Asia melemah karena kepercayaan Federal Reserve terhadap ekonomi AS meningkatkan kemungkinan pengetatan yang lebih cepat.

Pejabat The Fed mengantisipasi pertumbuhan ekonomi AS dapat melampaui perkiraan mereka tahun ini dan optimis inflasi akan bergerak ke arah target 2% dalam jangka menengah, menurut risalah pertemuan Federal Reserve 30-31 Januari yang dirilis Rabu (21/2)

 "Pasar yang sedang berkembang telah mengandalkan arus masuk portofolio dari lingkungan dengan tingkat suku bunga rendah dan arus tersebut akan berbalik seiring kenaikan suku bunga The Fed," kata Sue Trinh, kepala strategi mata uang Asia di Royal Bank of Canada, seperti dilansir Bloomberg.

Sementara itu, Eugene Leow, analis pendapatan tetap di DBS Group Holdings Ltd mengatakan pasar sedang mengamati tanda-tanda tekanan inflasi dan mungkin terlalu sensitif terhadap FOMC Minutes.

"Bagaimanapun, mendekati imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun mendekati level 3%, pasar Asia cenderung agak berhati-hati," lanjutnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fajar Sidik
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper