Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wall Street Melaju Kuat Ditopang Saham FAANG

Kinerja Wall Street berhasil menguat pada akhir perdagangan hari keempat berturut-turut, Rabu (14/2/2018), saat investor mengabaikan data inflasi yang lebih kuat serta memburu saham Facebook, Amazon.com, dan Apple.
Wallstreet/Reuters
Wallstreet/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Kinerja Wall Street berhasil menguat pada akhir perdagangan hari keempat berturut-turut, Rabu (14/2/2018), saat investor mengabaikan data inflasi yang lebih kuat serta memburu saham Facebook, Amazon.com, dan Apple.

Indeks Dow Jones Industrial Average ditutup menguat 1,03% di level 24.893,49, indeks S&P 500 menanjak 1,34% di 2.698,63, dan indeks Nasdaq Composite berakhir menguat 1,86% di level 7.143,62.

Saham Facebook melonjak 3,7%, sedangkan saham Amazon.com dan Apple naik lebih dari 1,8%. Ketiganya menjadi pendorong terbesar terhadap S&P 500 dibandingkan dengan saham lainnya.

Ketiganya bersama Netflix dan Alphabet, saham-saham ini secara kolektif disebut saham FAANG, merupakan kontributor utama terhadap reli pasar tahun lalu. Kecuali Alphabet, seluruhnya telah melalui aksi jual baru-baru ini yang lebih baik daripada pasar yang lebih luas.

“FAANG masih menunjukkan tajinya. Orang-orang melihat demikian karena mereka [FAANG] bertahan selama periode penurunan. Anda bisa kembali kepada mereka dan tidak terpukul jika keadaan kembali mandek,” kata Thomas Martin, manajer portofolio senior di Globalt Investments di Atlanta, Georgia.

Di sisi lain, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan Indeks Harga Konsumen inti, tidak termasuk komponen energi dan makanan volatil, naik 0,3% pada Januari, lebih kuat dari prediksi para ekonom dalam survei Reuters untuk kenaikan 0,2%. Namun, kenaikan year-on-year tidak berubah pada 1,8%.

Data tersebut meningkatkan momok kenaikan inflasi sekaligus menghidupkan kembali kekhawatiran bahwa bank sentral AS The Federal Reserve dapat lebih agresif dengan kenaikan suku bunga.

Namun, kekhawatiran atas inflasi diimbangi data yang menunjukkan bahwa penjualan ritel AS turun 0,3% bulan lalu, penurunan terbesar dalam hampir satu tahun dan lebih tinggi daripada perkiraan para ekonom untuk kenaikan 0,2%.

“CPI [Indeks Harga Konsumen] menunjukkan beberapa inflasi, tapi tidak terlalu tinggi. Pasar menjadi pesimistis,” kata Bruce Bittles, kepala strategi investasi di Robert W. Baird & Co di Nashville., seperti dikutip dari Reuters, Kamis (15/2/2018).

Sentimen yang mendukung banyak investor adalah keyakinan bahwa ekonomi AS tetap kuat dan kebijakan pemotongan pajak yang diberlakukan tahun ini akan memacu laba perusahaan serta mengarahkan konsumen untuk lebih banyak berbelanja.

Imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun mencapai level tertingginya dalam empat tahun, namun ukuran volatilitas jangka pendek turun, berbeda dengan reaksinya terhadap data lapangan kerja dan upah AS yang kuat awal bulan ini.

Indeks Volatilitas CBOE turun di bawah 20, untuk pertama kalinya sejak 5 Februari.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper