Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tiga Pilar Sejahtera (AISA) Butuh Restrukturisasi Surat Utang

Penurunan peringkat perusahaan dan surat utang PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk. dari idBB+ menjadi idCCC oleh PT Pemeringkat Efek Indonesia atau Pefindo menyebabkan perseroan harus melakukan restrukturisasi atas utang jatuh temponya April mendatang.
Wartawan menghadiri jumpa pers yang digelar oleh PT Tiga Pilar Sejahtera Food TBK terkait PT Induk Beras Unggul (IBU) pada kasus beras oplosan, di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (25/7)./ANTARA-Muhammad Adimaja
Wartawan menghadiri jumpa pers yang digelar oleh PT Tiga Pilar Sejahtera Food TBK terkait PT Induk Beras Unggul (IBU) pada kasus beras oplosan, di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (25/7)./ANTARA-Muhammad Adimaja

Bisnis.com, JAKARTA — Penurunan peringkat perusahaan dan surat utang PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk. dari idBB+ menjadi idCCC oleh PT Pemeringkat Efek Indonesia atau Pefindo menyebabkan perseroan harus melakukan restrukturisasi atas utang jatuh temponya April mendatang.

I Made Adi Saputra, Head of Fixed Income Research MNC Sekuritas, mengatakan bahwa penurunan peringkat oleh Pefindo ini menyebabkan posisi emiten dengan kode saham AISA ini makin terjepit. Padahal AISA memiliki dua seri surat utang yang akan jatuh tempo pada 5 April 2018.

Keduanya yakni Obligasi I/2013 senilai Rp600 miliar dan Sukuk Ijarah I/2013 senilai Rp300 miliar. AISA harus menyediakan dana Rp900 miliar untuk melunasi pokok utang tersebut, sedangkan kecukupan kas perseroan sangat terbatas.

Berdasarkan laporan keuangan AISA per 30 September 2017, kas dan setara kas AISA hanya Rp126,3 miliar. Sementara itu, rencana divestasi lini bisnis beras perseroan masih terganjal restu pemengang obligasi perseroan.

Made mengatakan, peringkat yang semakin buruk dan tidak lagi di level layak investasi ini menyebabkan AISA tidak mungkin menggunakan opsi refinancing untuk melunasi kedua surat utang jatuh tempo tersebut.

Selain tidak akan ada investor yang berminat, opsi itu juga akan memperburuk rasio keuangan perseroan. Pasalnya, perseroan juga masih memiliki utang Sukuk Ijarah II Tahun 2016 yang akan jatuh tempo pada Juli 2021 senilai Rp1,2 triliun.

“Ini kemungkinan akan mesti minta restrukturisasiutang, mau tidak mau, cuma tidak tahu skemanya akan seperti apa. Agak sulit kalau tidak restrukturisasi, karena tidak cukup uangnya,” katanya, Kamis (8/2/2018).

Made menilai, pemilik obligasi kemungkinan akan keberatan bila menggunakan opsi debt to equity swap. Sementara itu, emiten akan kesulitan bila harus melunasi utang tersebut tanpa ada sumber dana baru, bahkan bila hanya melunasi sebagiannya saja.

Menurutnya, akan lebih berpeluang bila skema yang dipakai adalah restrukturisasi dengan memperpanjang tenor dan menyesuaikan lagi tingkat kupon.

Untuk itu, AISA harus bisa memberi kejelasan seperti apa rencana perseroan selanjutnya untuk keluar dari situasi sulit yang dialami perseroan. Bisnis makanan yang digeluti perseroan saat ini memiliki margin yang relatif terbatas sehingga akan sulit bagi perseroan untuk mengandalkannya sebagai sumber pendapatan untuk membayar kupon.

Rencana divestasi lini bisnis beras perseroan hanya akan memberi kelonggaran jangka pendek terhadap tekanan keuangan yang dialami perseroan. Untuk itu, perseroan perlu segera menyiapkan strategi bisnis yang baru.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Riendy Astria
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper