Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Valbury Sekuritas: Waspadai Koreksi Jangka Pendek

Sejumlah kalangan menilai saat ini bukanlah saat yang tepat untuk berinvestasi secara agresif di pasar saham sebab optimism pasar yang kini kian memuncak dan cenderung berlebihan sangat rentan mengalami koreksi besar.
Pengunjung berdiri di dekat papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (26/9)./JIBI-Abdullah Azzam
Pengunjung berdiri di dekat papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (26/9)./JIBI-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA—Sejumlah kalangan menilai saat ini bukanlah saat yang tepat untuk berinvestasi secara agresif di pasar saham sebab optimism pasar yang kini kian memuncak dan cenderung berlebihan sangat rentan mengalami koreksi besar.

Nico Omer, Vice President – Research & Analysis Valbury Sekuritas Indonesia, mengatakan bahwa saat ini bursa Amerika Serikat sedang dalam periode paling over bought, over bullish dan over value sepanjang sejarah.

Kondisi ini sangat berbahaya sebab koreksi akan menjadi hal yang sangat wajar. Koreksi yang terjadi di bursa Amerika Serikat akan sangat besar pengaruhnya terhadap bursa-bursa dunia, termasuk Indonesia.

Di Indonesia, sejak krisis 2018 IHSG sudah tumbuh sangat tinggi sekitar 513% ketika menyentuh level tertingginya di 6.686 pada pekan lalu. Level support untuk IHSG saat ini adalah di level 5.400, atau sekitar 20% di bawah level harga tertingginya saat ini.

Menurutnya, peluang bagi IHSG untuk terkoreksi hingga ke level support tersebut tetap terbuka, sebab dengan koreksi tersebut pun IHSG tetap dalam tren bullish sejak 2008. Namun, kondisi tersebut bisa merusak psikologi pasar dan menyebabkan sulit bagi indeks untuk kembali ke level semula.

“Saya pikir, koreksi sebesar 15%-20% itu sangat-sangat wajar untuk IHSG saat ini sehingga investor harus waspada. Saya tidak bilang akan, tetapi bisa terjadi. Kita sebagai investor harus lihat probabilitas, harus hati-hati,” katanya, Kamis (1/2/2018).

Nico menilai, dalam kondisi pasar yang terlalu percaya diri saat ini, investor sebaiknya tidak melakukan investasi secara massif, kecuali bila menggunakan metode dollar cost averaging (DCA). DCA merupakan strategi investasi secara berkala dan tetap dengan jumlah uang tertentu.

Menurutnya, investor yang sudah terlanjut mengambil posisi sebaiknya selalu memiliki level stop loss dan terus menyesuaikannya seturut kenaikan bursa. Bila belum mengambil posisi, sebaiknya melakukan strategi trading jangka pendek saja.

“Sekarang ini momentum yang paling jelek. Bayangkan, setelah bursa naik 513%, mau ke mana lagi? Bisa saja naik hingga 1.000%, tetapi bila melihat konstelasi bursa AS, bursa Indonesia, dan rupiah yang berpotensi terpuruk lagi dalam waktu dekat, untuk apa dipasakan,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper