Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Ikut Pimpin Pelemahan Mayoritas Mata Uang di Asia

Nilai tukar rupiah melanjutkan pelemahannya pada akhir perdagangan hari ini, Senin (29/1/2018), sejalan dengan depresiasi mayoritas mata uang Asia terhadap dolar AS.
Uang rupiah./Bloomberg-Brent Lewin
Uang rupiah./Bloomberg-Brent Lewin

Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah melanjutkan pelemahannya pada akhir perdagangan hari ini, Senin (29/1/2018), sejalan dengan depresiasi mayoritas mata uang Asia terhadap dolar AS.

Rupiah ditutup melemah 0,45% atau 60 poin di Rp13.366 per dolar AS. Pagi tadi, rupiah dibuka dengan depresiasi tipis 9 poin atau 0,07% di posisi 13.315, setelah pada perdagangan Jumat (26/1) berakhir melemah 0,13% atau 17 poin di posisi 13.306.

Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah bergerak di kisaran Rp13.313 – Rp13.369 per dolar AS.

Sementara itu, mayoritas mata uang lainnya di Asia terpantau melemah, dipimpin peso Filipina sebesar 0,58% dan rupiah. Pelemahan kedua mata uang tersebut diikuti ringgit Malaysia dan dan Baht Thailand yang masing-masing melemah 0,27% dan 0,25%.

Di sisi lain, renminbi China terpantau satu-satunya yang terapresiasi meski hanya dengan penguatan tipis sebesar 0,02%.

Adapun indeks dolar AS yang mengukur kekuatan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama hari ini terpantau menguat 0,15% atau 0,137 poin ke level 89,204 pada pukul 16.50 WIB.

Sebelumnya indeks dolar dibuka dengan kenaikan tipis 0,046 poin atau 0,05% di level 89,113, setelah pada perdagangan Jumat (26/1) berakhir melemah 0,36% di posisi 89,067.

Dilansir Bloomberg, dolar AS menguat dari posisi terendahnya. Namun greenback masih berjuang untuk mematahkan pelemahan enam pekan berturut-turut di tengah keraguan tentang komitmen Washington terhadap mata uang yang kuat.

Dolar AS sedikit terdorong data Produk Domestik Bruto (PDB) Amerika Serikat pada Jumat. Data ini menunjukkan konsumsi domestik dan belanja modal yang kuat, meskipun PDB inti lebih lemah dari yang diperkirakan karena kenaikan impor.

Namun, pelaku pasar mengharapkan akan lebih banyak dorongan terhadap dolar AS.

“Saya tidak melihat adanya perubahan dalam tren penurunan dolar yang lebih besar. Namun mengingat angka PDB AS menunjukkan konsumsi kuat dan imbal hasil obligasi AS meningkat, sulit untuk memperkirakan penurunan tajam dalam dolar,” kata Kazushige Kaida, kepala analis valuta asing State Street Bank, seperti dikutip Bloomberg.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper