Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dolar AS Kembali Turun, Rupiah Masih Ditutup Melemah

Rupiah ditutup melemah 0,13% atau 17 poin di Rp13.306 per dolar AS. Pagi tadi, mata uang garuda juga dibuka dengan pelemahan 0,08% atau 11 poin di posisi Rp13.300 setelah pada perdagangan Kamis (25/1) berakhir menguat 0,19% atau 15 poin di Rp13.289.
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah ditutup melemah 0,13% atau 17 poin di level Rp13.306 per dolar AS pada akhir perdagangan hari ini, Jumat (26/1/2018).

Pagi tadi, mata uang garuda juga dibuka dengan pelemahan 0,08% atau 11 poin di posisi Rp13.300 setelah pada perdagangan Kamis (25/1/2018) berakhir menguat 0,19% atau 15 poin di Rp13.289.

Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah bergerak di kisaran Rp13.293 – Rp13.319 per dolar AS.

Sementara itu, pergerakan mata uang lainnya di Asia cenderung bervariasi, dengan yen Jepang membukukan penguatan paling tajam mencapai 0,41%, disusul ringgit Malaysia yang menguat 0,4%.

Di sisi lain, won Korea Selatan membukukan pelemahan terbesar terhadap dolar AS yang mencapai 0,51%, diikuti rupiah dan dolar Taiwan yang turun 0,08%.

Adapun indeks dolar AS yang mengukur kekuatan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama hari ini terpantau melemah 0,61% atau 0,542 poin ke level 88,849 pada pukul 16.31 WIB.

Dolar AS sempat mendapatkan dorongan pada perdagangan Kamis setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyampaikan pernyataan mendukung greenback yang lebih kuat.

Dalam wawancara dengan CNBC saat tiba di World Economic Forum di Davos, Swiss, Trump berkomentar menginginkan dolar yang kuat serta mengatakan bahwa komentar sebelumnya oleh Menteri Keuangan Steven Mnuchin tentang pelemahan dolar AS telah keluar dari konteks.

Namun, beberapa pelaku pasar merasa skeptis bahwa komentar Trump akan cukup untuk mengubah tren pelemahan dolar AS beberapa waktu terakhir.

“Fundamental pasar menunjukkan bahwa dolar AS dapat melemah selama 2018,” kata Roy Teo, pakar strategi investasi untuk LGT Bank di Singapura, seperti dikutip dari Reuters.

Pelaku pasar mengatakan dolar AS telah menghadapi goncangan karena daya tarik imbal hasil relatifnya terlihat beresiko saat bank-bank sentral utama di dunia terlihat mengurangi stimulus moneter mereka.

Hal itu akan mengubah dinamika suku bunga dalam beberapa tahun terakhir, ketika bank sentral AS The Federal Reserve menjadi satu-satunya bank sentral yang menaikkan suku bunga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fajar Sidik
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper