Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga CPO Kian Melemah

Harga minyak kelapa sawit/ crude palm oil (CPO) mengalami kemerosotan dan sempat menyentuh level terendah tiga minggu seiring dengan permintaan yang lemah dan mata uang ringgit yang kuat membuat pasar terbebani.
Tandan buah segar/Bisnis.com
Tandan buah segar/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak kelapa sawit/ crude palm oil (CPO) mengalami kemerosotan dan sempat menyentuh level terendah tiga minggu seiring dengan permintaan yang lemah dan mata uang ringgit yang kuat membuat pasar terbebani.

Pada perdagangan Jumat (19/1) pukul 10.53 WIB, harga minyak kelapa sawit kontrak teraktif April 2018 di bursa Malaysia Derivatives Exchange terpantau masih lemah di 2.476 ringgit (US$629,15) per ton. Pada sesi—sesi sebelumnya, harga sempat mencapai level terendah di 2.471 ringgit, terlemah sejak 26 Desember 2017.

Dilansir dari publikasi Malaysia Palm Oil Council (MPOC), harga CPO semakin melemah lantaran beragam sentimen negatif dari melemahnya permintaan global, terutama dari Uni Eropa dan menguatnya mata uang ringgit.

“Pasar turun karena kurangnya permintaan, sehingga menyebabkan stok tetap tinggi,” ungkap seorang pedagang dari Kuala Lumpur
Tercatat, persediaan minyak sawit di Malaysia naik ke level tertinggi lebih dari dua tahun sebesar 2,7 juta ton pada akhir Desember, naik 7% lantaran permintaan yang lemah.

Pengiriman dari Malaysia pada paruh pertama di Januari ini juga mengalami penurunan. Intertek Testing Service melaporkan penurunan 7,4%, sementara Societe General de Surveillance menunjukkan penurunan 2,8%.

Pasar minyak kelapa sawit semakin khawatir dengan adanya kesepakatan anggota parlemen Eropa yang dominan menyetujui pelarangan minyak sawit dalam pemungutan suara pada Rabu lalu. Diperkirakan ekspor kelapa sawit ke Eropa sebagai pasar ekspor terbesar kedua Malaysia akan terus menurun secara bertahap.

“Ringgit yang lebih kuat juga berdampak pada permintaan, sehingga menempatkan kita pada tingkat yang tidak kompetitif lagi,” lanjut pedagang tersebut.

Tercatat, mata uang ringgit sempat mencapai level tertinggi 18 bulan di 3,9520 per dolar pada Rabu (17/1), sementara terpantau pagi ini sedikit turun ke level 3,9365.

Kenaikan mata uang ringgit memang berdampak pada harga. Pasalnya, ringgit yang digunakan sebagai mata uang pada perdagangan kepala sawit biasanya membuat harga lebih mahal bagi pemegang mata uang asing.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Eva Rianti

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper