Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KALEIDOSKOP RUPIAH 2017: Setahun Melemah 0,56%, 2018 Dibayangi Pengetatan Likuiditas

Perekonomian Indonesia sepanjang tahun 2017 terbilang cukup stabil. Dana Moneter Internasional (IMF) bahkan menaikkan proyeksi ekonomi Indonesia pada tahun ini seiring dengan estimasi berlanjutnya pemulihan global.
Uang rupiah./Bloomberg-Brent Lewin
Uang rupiah./Bloomberg-Brent Lewin

Bisnis.com, JAKARTA – Perekonomian Indonesia sepanjang tahun 2017 terbilang cukup stabil. Dana Moneter Internasional (IMF) bahkan menaikkan proyeksi ekonomi Indonesia pada tahun ini seiring dengan estimasi berlanjutnya pemulihan global.

Dalam laporan World Economic Outlook bertajuk “Seeking Sustainable Growth: Short-Term Recovery, Long-Term Challenges” yang dirilis awal Oktober, perekonomian Indonesia tahun ini diproyeksikan sebesar 5,2%, naik tipis dari estimasi pada April 2017 sebesar 5,1%.

Kondisi perekonomian Indonesia yang cukup stabil turut menopang kinerja rupiah sepanjang tahun ini, meskipun ada sejumlah faktor eksternal yang menahan penguatannya seperti kebijakan moneter Amerika Serikat (AS).

Berdasarkan data Bloomberg, sejak awal tahun 2017 hingga akhir perdagangan Senin (11/12), rupiah tercatat telah melemah 0,56%. Raihan tersebut berbanding terbalik dengan pencapaian pada periode yang sama tahun 2016, rupiah justru mampu menguat sekitar 4,68%.

Rupiah membuka tahun ini dengan berakhir di posisi 13.476 per dolar AS pada tanggal 3 Januari. Hanya berselang lebih dari sepekan kemudian, rupiah terpantau ditutup menguat ke posisi 13.281 pada 12 Januari seiring kenaikan harga komoditas berikut pelemahan dolar AS.

Namun pada 20 Januari, rupiah melorot ke posisi 13.410 per dolar AS saat perhatian pasar tertuju pada pelantikan Donald Trump sebagai Presiden ke-45 Amerika Serikat (AS).

Sepanjang bulan berikutnya hingga awal September 2017 rupiah terpantau bergerak di kisaran Rp13.200-Rp13.400. Posisi terkuat selama periode tersebut dibukukan pada 13 April di Rp13.256 per dolar AS, sedangkan posisi terlemah dialami pada 7 Juli 2017 di Rp13.399 per dolar AS.

Namun pada perdagangan 8 September, pergerakan rupiah untuk pertama kalinya berhasil meninggalkan kisaran level 13.200 dan diakhiri di posisi 13.185.

Pada perdagangan 11 September, rupiah bahkan ditutup di posisi 13.156, level terkuatnya sepanjang tahun ini, didukung kepercayaan pelaku pasar terhadap perekonomian Indonesia.

Posisi cadangan devisa Indonesia pada Agustus 2017 tercatat US$128,8 miliar, lebih tinggi dibandingkan dengan posisi akhir Juli 2017 yang sebesar US$127,8 miliar.

Pasca membukukan posisi terkuatnya, rupiah melorot dan kembali menembus Rp13.200. Perlahan-lahan, rupiah melemah hingga berakhir di posisi 13.609 per dolar AS pada 27 Oktober, level terlemahnya sepanjang tahun ini.

Pelemahan rupiah dipengaruhi oleh spekulasi seputar kepemimpinan dalam badan bank sentral AS The Federal Reserve berikut tren kenaikan dolar AS di tengah sentimen penaikan suku bunga AS.

Rupiah selanjutnya terpantau bergerak fluktuatif dan ditutup melemah 2 poin atau 0,01% di posisi 13.552 pada perdagangan Senin (11/12/2017). Pada perdagangan hari ini, Selasa (12/12/2017), rupiah melemah 14 poin atau 0,10% ke posisi 13.566 per dolar AS pada pukul 15:22 WIB meskipun dibuka dengan penguatan di posisi 13.551.

KALEIDOSKOP RUPIAH 2017: Setahun Melemah 0,56%, 2018 Dibayangi Pengetatan Likuiditas

Investor memprediksikan kenaikan suku bunga oleh The Federal Reserve pada pertemuan kebijakan (FOMC) yang dijadwalkan berakhir Rabu (13/12) waktu setempat serta menantikan petunjuk laju pengetatan tahun depan.

Sementara itu, Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuannya di 4,25% pada pertemuan kebijakan 13-14 Desember.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus D.W. Martowardojo menegaskan kenaikan Fed Funds Rate (FFR) yang akan terjadi Desember ini dipastikan tidak akan mengganggu stabilitas pasar di dalam negeri.

Menurutnya, kebijakan Federal Reserve AS yang menurunkan neracanya sejak Oktober, serta kenaikan suku bunga pada Desember ini telah diekspektasi oleh pasar.

"Kami melihat stabilitas akan tetap terjaga di periode akhir ini," kata Agus selepas MoU Local Currency Settlement Framework dengan bank sentral Thailand dan Malaysia.

Sementara itu, Ekonom Senior Indef Aviliani memperingatkan pemerintah tentang risiko pengetatan likuiditas pada tahun 2018, terutama akibat ketidakpastian geopolitik dapat memicu adanya perpindahan likuiditas yang cukup cepat.

"Jadi gini, kita harus mewaspadai nilai tukar rupiah, yang paling kena dampak itu bukan hanya Indonesia tapi seluruh dunia karena hampir 50% orang yang punya uang itu [investasi] short-term. Jadi misalnya dia taruh uang di Indonesia sebentar lalu ke Jepang lalu pindah lagi . Nah yang seperti itu akan mempengaruhi mata uang," katanya, Selasa (12/12).

Oleh karena itu, Aviliani meminta agar di tengah ketidakpastian situasi geopolitik tersebut, pemerintah bisa menjaga pergerakan nilai tukar rupiah mengingat hal itu berdampak pada inflasi. "Nah Bank Indonesia kalau kita lihat sekarang sudah mempersiapkan diri dengan berbagai kebijakannya untuk melihat fluktuasi ini. Saya rasa sekarang BI sudah banyak melakukan, makanya rupiah kita walaupun bergejolak tapi relatif enggak terlalu tinggi kan."

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fajar Sidik
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper