Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah ditutup menguat karena meningkatnya ketegangan di Arab Saudi dan Timur Tengah menimbulkan kekhawatiran tentang stabilitas di wilayah kaya minyak tersebut.
Minyak West Texas Intermediate untuk pengiriman Desember ditutup menmguat 0,6% atau 0,36 poin ke level US$57,17 per barel di New York Mercantile Exchange. Harga telah naik lebih dari 5% sepanjang bulan ini.
Sementara itu, minyak Brent untuk pengiriman Januari menguat 0,44 poin ke level US$63,93 di ICE Futures Europe exchange yang berbasis di London.
Dilansir Bloomberg, elite Arab Saudi dikatakan mengalihkan aset ke luar wilayah tersebut di tengah tindakan keras anti-korupsi yang meluas yang menjerat lusinan bangsawan dan investor.
Secara terpisah, Saudi tersebut menyarankan warga negaranya untuk meninggalkan Lebanon, yang berada di balik ketegangan ketegangan antara Arab Saudi dan Iran. Pada saat yang sama, persediaan minyak mentah yang pada pusat penyimpanan minyak AS turun lebih dari 1 juta barel, memberikan dorongan lebih lanjut untuk kenaikan harga.
"Berita dari Arab Saudi telah benar-benar menambah bias bullish terhadap harga," ungkap Rob Haworth, di US Bank Wealth Management, seperti dikutip Bloomberg.
Baca Juga
"Ada spekulan yang terus mendorong posisi bullish dan berita mengenai konflik Arab Saudi dan iran serta isu Yaman terus mempengaruhi pasar ini," lanjutnya.
Sengketa anti-korupsi Saudi yang dimulai pada 4 November membayangi pertemuan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) pada 30 November mendatang yang rencananya akan membahas perpanjangan kesepakatan pembatasan produksi.
Goldman Sachs Group Inc mengatakan bahwa jika pertemuan tersebut tidak menghasilkan komitmen yang jelas, dikombinasikan dengan peningkatan aktivitas pengeboran di AS, hal tersebut dapat mendorong harga lebih rendah.
Sebaliknya, eskalasi tambahan dari ketegangan geopolitik baru-baru ini dapat menyebabkan penguatan besar, kata analis bank New York.
Sementara itu, juru bicara Kementerian Energi Arab Saudi mengetakan pemerintah berencana untuk mengurangi ekspor pada Desember sebesar 120.000 barel per hari.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel