Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tertekan Sepanjang Perdagangan, Rupiah Mampu Merangkak ke Zona Hijau

Rupiah ditutup menguat walau hanya 1 poin atau 0,01% ke level Rp13.514 per dolar AS setelah dibuka dengan pelemahan 0,07% atau 10 poin ke level Rp13.525 per dolar AS.
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mampu bertengger di zona positif pada perdagangan hari ini, Rabu (8/11/2017) meskipun tertekan sepanjang perdagangan.

Rupiah ditutup menguat walau hanya 1 poin atau 0,01% ke level Rp13.514 per dolar AS setelah dibuka dengan pelemahan 0,07% atau 10 poin ke level Rp13.525 per dolar AS.

Adapun pada perdagangan Selasa (7/11), rupiah ditutup dengan penguatan 9 poin atau 0,07% ke level Rp13.515 per dolar AS.

Meski tertekan di zona merah sepanjang hari, rupiah mampu merangkak naik hingga akhirnya berbalik menguat. Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah bergerak di kisaran Rp13.512 – Rp13.539 per dolar AS.

Sementara itu, mata uang Asia terpantau mayoritas mengaut terhadap dolar AS, dengan penguatan tertajam dialami peso Filipina yang naik 0,19%, disusul yen Jepang yang menguat 0,18%.

Penguatan rupiah terjadi di saat indeks dolar AS melemah menyusul laporan media yang memperkirakan adanya potensi penundaan penerapan pemotongan pajak perusahaan yang sedang dibahas dalam rencana reformasi pajak AS.

Berdasarkan data Bloomberg, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama terpantau melemah 0,06% atau 0,058 poin ke level 94,855 pada pukul 16.09 WIB.

The Washington Post, mengutip sumber yang tidak dikenal, melaporkan pada hari Selasa bahwa para pemimpin partai Republik di Senat mempertimbangkan penundaan satu tahun dalam pelaksanaan pemotongan pajak perusahaan untuk mematuhi peraturan Senat.

Setiap potensi penundaan dalam pelaksanaan pemotongan pajak, atau kemungkinan perubahan usulan reformasi akan cenderung berpengaruh terhadap mata uang dolar.

"Dolar melemah terhadap berbagai macam mata uang seperti euro, yen dan dolar Australia menyusul berita Washington Post," kata Yukio Ishizuki, analis mata uang senior Daiwa Securities, seperti dikutip Reuters.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fajar Sidik
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper