Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kinerja Awal Oktober: Rata-rata Transaksi Harian SUN Menyusut

Rata-rata transaksi harian di pasar Surat Utang Negara atau SUN sepanjang bulan ini turun cukup drastis dibandingkan bulan lalu yang menjadi puncak aktivitas transaksi investor di pasar sekunder SUN tahun ini, seiring kuatnya sentimen negatif global.
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA — Rata-rata transaksi harian di pasar Surat Utang Negara atau SUN sepanjang bulan ini turun cukup drastis dibandingkan bulan lalu yang menjadi puncak aktivitas transaksi investor di pasar sekunder SUN tahun ini, seiring kuatnya sentimen negatif global.

Penurunan aktivitas transaksi investor bulan ini tidak terlepas dari sentimen global yang membayangi pasar surat utang domestik yang menyebabkan sebagian pelaku pasar memilih wait and see.

Berdasarkan data transaksi SUN yang dirangkum Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA), aktivitas transaksi di pasas SUN sepanjang tahun ini cenderung semakin tinggi dari bulan ke bulan. Puncaknya terjadi pada bulan lalu, yang mana aktivitas transaksi untuk semua tenor meningkat.

Rata-rata frekuensi transaksi untuk SUN tenor pendek 1-4 tahun sepanjang tahun ini atau year to date (ytd) per 6 Oktober 2017 adalah 262 kali per hari, sementara transaksi pada bulan September saja mencapai 304 kali per hari. Namun, pada Oktober, rata-rata transaksi turun menjadi 213 per hari.

Demikian pun yang terjadi pada SUN tenor menengah 5-7 tahun serta tenor panjang 8-30 tahun. Rata-rata frekuensi transaksi ytd masing-masing 58 kali dan 551 kali, sementara pada bulan September saja masing-masing 100 kali dan 959 kali.

Namun, pada Oktober frekuensi transaksi harian kedua kelompok tenor tersebut menyusut menjadi hanya masing-masing 75 kali dan 575 kali per hari. Penyusutannya cenderung lebih dalam dibandingkan seri-seri tenor pendek.

Penyusutan tidak saja terjadi dari segi frekuensi, tetapi juga volume transaksi. IBPA mencatat rata-rata volume transaksi harian tenor pendek ytd mencapai Rp4,64 triliun, sementara bulan September mencapai Rp5,24 triliun per hari. Pada Oktober, volumenya menjadi tinggal Rp4,57 triliun per hari.

Untuk tenor menengah rata-rata volume transaksi per hari ytd mencapai Rp1,82 triliun, sementara transaksi September Rp3,52 triliun per hari. Pada Oktober, volumenya menyusut menjadi hanya Rp1,9 triliun per hari.

Demikian pula pada seri tenor panjang. Bila rata-rata volume transaksi harian ytd mencapai Rp8,02 triliun, pada September rata-ratanya jauh lebih tinggi yakni Rp10,99 triliun per hari. Pada bulan Oktober, rata-rata transaksi harian menjadi tinggal Rp7 triliun per hari.

Nicodimus Anggi Kristiantoro, Analis IBPA, mengatakan bahwa optimisme pasar obligasi pada September lalu memang mencapai puncaknya untuk tahun ini. Secara umum, saat itu sentimen postif domestik lebih mendominasi dibandingkan sentimen negatif global sehingga mendorong maraknya aktivitas transaksi.

Nyatanya, tingginya minat investor tidak saja terjadi di pasar sekunder, sebagaimana tercemin dari tingginya rata-rata frekuensi dan volume transaksi harian September lalu. Pada September, penawaran investor di pasar perdana dalam lelang-lelang yang digelar pemerintah juga mencapai puncaknya.

Lelang Surat Berharga Negara (SBN) yang terdiri atas SUN dan sukuk pada September lalu mencapai Rp162,93 triliun atau oversubscribe 4,07 kali. Padahal, di bulan sebelumnya yang juga cukup tinggi, tingkat kelebihan permintaan hanya 3,41 kali.

Net buy asing di bulan September pun mencapai Rp34,23 triliun dibandingkan posisi Agustus, bahkan sempat menyentuh Rp41,13 triliun. Namun, dua pekan belakangan asing mulai mengurangi kepemilikannya seiring menguatnya sentimen negatif global yang dipicu oleh Amerika Serikat.

Alhasil, kinerja Oktober turun drastis dibandingkan September. Meski begitu, penurunan kinerja yang terjadi pada seri-seri tenor pendek tidak seburuk yang terjadi pada seri-seri dengan tenor lebih panjang.

“Kecenderungan investor lebih minat ke tenor pendek lebih disebabkan sebagai langkah antisipasi risiko investor terhadap bayang-bayang sentimen global yang berpotensi menimbulkan gejolak,” katanya kepada Bisnis, Rabu (11/10/2017).

Beragam sentimen global yang diantisipasi pasar yakni rencana the Fed yang secara bertahap akan melepas surat-surat berharga pemerintah AS bulan ini, ekspektasi realisasi lebih lanjut mengenai kebijakan reformasi pajak oleh Presiden Trump, serta penguatan indikator ekonomi AS. Berbagai sentimen tersebut telah memicu penguatan USD dan berdampak pada tergerusnya nilai Rupiah.

Ramdhan Ario Maruto, associate director fixed income Anugerah Sekuritas Indonesia, mengatakan wajar bila saat ini tenor pendek lebih banyak diincar sebab volatilitasnya lebih rendah dan relatif stabil terhadap gejolak pasar.

Lelang SUN dan sukuk yang telah digelar pada awal bulan ini menunjukkan dominasi penawaran investor masuk di seri-seri tenor pendek. Hal ini berbeda dibandingkan kecenderungan beberapa lelang sebelumnya yang justru banyak menyasar tenor yang lebih panjang.

“Pasar bulan ini memang lagi sangat hati-hati, tercermin dari hasil lelang SUN yang permintaannya tidak sampai Rp40 triliun, dan lelang sukuk yang tidak sampai Rp20 triliun. Investor masuk ke pasar sangat hati-hati karena memang ke depan ketidakpastian eksternal akan lebih meningkat,” katanya.

Maximilanus Nico Demus, kepala divisi riset Indomitra Securities, mengatakan lemahnya rupiah serta keluarnya asing menyebabkan pasar kurang bersemangat akhir-akhir ini. Pasar menjadi cenderung tertekan.

Dirinya mengapresiasi upaya pemerintah untuk menyiapkan strategi bond stabilization framework untuk menahan apabila penurunan yang tengah terjadi bergerak di luar batas toleransi. Menurutnya, yang terpenting saat ini adalah mencegah jangan sampai terjadi panic selling akibat adanya capital outflow.

I Made Adi Saputra, fixed income analyst MNC Sekuritas, menilai asing akan tetap hati-hati mengambil keputusan meninggalkan pasar Indonesia sebab sentimen global yang dibawa oleh AS saat ini belum bisa ditebak efek jangka menengah hingga panjangnya terhadap pergerakan US Treasury.

Turunnya aktivitas pasar akhir-akhir ini juga disebabkan oleh sikap investor, termasuk asing, yang lebih waspada atau wait and see, menunggu efek dari eksekusi kebijakan pemerintah AS. Lagi pula, pasar sudah lama mengantisipasi itu sehingga besar kemungkinan efek kebijakan itu sudah priced in dalam posisi US Treasury saat ini. Artinya, penguatan lebih lanjut US Treasury berpotensi lebih terbatas.  

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Riendy Astria

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper