Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penguatan Batu Bara Ditopang 3 Negara

Tiga negara utama yang menggerakkan sentimen pasar batu bara, yakni China, Australia, dan Amerika Serikat.
Tempat penampungan batu bara./Bloomberg-Andrew Harrer
Tempat penampungan batu bara./Bloomberg-Andrew Harrer
Bisnis.com, JAKARTA—Reli harga batu bara dalam 8 sesi terakhir disebabkan kuatnya faktor fundamental. Setidaknya, ada tiga negara utama yang menggerakkan sentimen pasar, yakni China, Australia, dan Amerika Serikat.
 
Pada perdagangan Selasa (12/9/2017) pukul 14.47 WIB, harga batu bara Newcastle kontrak November 2017 naik 0,10 poin atau 0,10% menuju US$98,50 per ton. Harga meningkat selama 8 sesi berturut-turut atau sepanjang September 2017 sebesar 7,12%. 
 
Analis Asia Trade Point Futures Deddy Yusuf Siregar menyampaikan, secara fundamental performa batu bara sedang gemilang. Setidaknya ada sentimen dari tiga negara yang menjadi perhatian, yakni AS, China, dan Australia.
 
Paman Sam bakal meningkatkan konsumsi batu bara di tengah tingginya harga gas alam. Menurut data U.S. Energy Information Administration (EIA), pada 2017 batu hitam akan menyuplai 31,3% pasokan listrik AS, sedangkan gas alam hanya 31%.
 
Tahun lalu, gas alam mengungguli batu bara sebagai energi utama untuk pembangkit tenaga listrik dengan kontribusi sekitar 33%. Adapun batu bara hanya sebesar 30,4%.
 
Australia sebagai salah satu produsen terbesar juga mengalami peningkatan pesanan. Ekspor dari Queensland pada Agustus 2017 mencapai 13,44 juta ton, yang menjadi level tertinggi baru pada 2017.
 
Dari sisi pasokan, cuaca buruk yang terjadi di China, sebagai produsen dan konsumen terbesar di dunia, turut memberikan sentimen positif bagi harga. Pelabuhan Guangzhou sebagai tempat penyimpanan dikabarkan tidak mampu menerima kargo akibat badai topan yang berlangsung sejak akhir bulan lalu.
 
Terhambatnya pengiriman dari pelabuhan tentunya semakin membatasi pasokan global. Padahal, Guangzhou mampu melayani distribusi batu bara hingga 60 juta ton per tahun. 
 
“Faktor-faktor dari tiga negara tersebut mampu membuat harga menguat tajam,” tutur Deddy saat dihubungi Bisnis.com, Selasa (12/9/2017).
 
Ke depannya, pelaku pasar perlu memerhatikan persoalan surplus suplai batu bara. Sentimen ini berpotensi mengoreksi harga ke depan.
 
Mengutip riset Huatai Financial Holdings Ltd., pasokan batu bara China diperkirakan mengalami surplus sebesar 5,8 juta ton pada September—Oktober 2017 seiring dengan berkurangnya konsumsi. Namun, keseimbangan fundamental bakal kembali terjadi pada akhir 2017.
 
Deddy memprediksi harga batu bara cenderung menguat dalam jangka panjang dan membidik level US$100—US$110 pada penghujung 2017. Sentimen lain yang menopang penguatan harga ialah tingginya permintaan saat musim dingin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Editor : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper