Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Penyebab Dolar Anjlok ke Level Terendah dalam 32 Bulan Terakhir

Indeks dolar AS anjlok ke level terendah sejak awal 2015 atau 32 bulan terakhir akibat tekanan faktor internal dan eksternal.
Karyawan sebuah bank memegang mata uang dollar Amerika Serikat di Jakarta, Rabu (11/1/2017)./JIBI-Abdullah Azzam
Karyawan sebuah bank memegang mata uang dollar Amerika Serikat di Jakarta, Rabu (11/1/2017)./JIBI-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Indeks dolar AS anjlok ke level terendah sejak awal 2015 atau 32 bulan terakhir akibat tekanan faktor internal dan eksternal.

Pada penutupan perdagangan Jumat (8/9/2017), indeks dolar AS terkoreksi 0,311 poin atau 0,34% menuju 91,352. Ini merupakan level terendah sejak 2 Januari 2015 di posisi 91,080. Sepanjang tahun berjalan harga meorosot 10,62%.

Analis Monex Investindo Futures Putu Agus menuturkan, sepanjang pekan ini dolar AS memang tertekan sejumlah sentimen, sehingga hanya berhasil menghijau satu kali dari lima perdagangan. Secara garis besar, faktor penggencet greenback terbagi dalam sentimen internal dan eksternal.

Dari internal AS, pasar mencemaskan kemampuan Federal Reserve dalam melanjutkan kenaikan suku bunga. Gubernur Fed Lael Brainard pada Selasa (5/9) menyampaikan pihaknya perlu memperhatikan tingkat inflasi sebelum melanjutkan kenaikan Fed Fund Rate (FFR)

Adapun Gubernur Fed Neel Kashkari berpendapat penaikkan suku bunga lanjutan dapat merugikan perekonomian Paman Sam. Suasana ketidakpastian semakin mencemaskan setelah Wakil Gubernur Fed Stanley Fischer mengundurkan diri.

Data klaim pengangguran mingguan melonjak 62.000 jiwa menuju 298.000 jiwa, lebih tinggi dari ekspektasi pasar sebesar 245.000. Angka ini sekaligus menjadi level tertinggi sejak 2 tahun terakhir.

Pengaruh badai Harvey dan Irma juga membuat prospek perekonomian AS terganggu. Bencana alam yang menutup sejumlah operasi kilang minyak ini diperkirakan mendongkrak tingginya klaim pengangguran.

Adapun dari sisi eksternal, sambung Putu, dolar tertekan oleh penguatan mata uang euro setelah European Central Bank memberikan penjelasan mengenai waktu tapering pada Oktober 2017.

Presiden ECB Mario Draghi dalam pidatonya juga mengatakan ECB telah memilih untuk menurunkan beberapa proyeksi inflasi karena penguatan euro. Saat ini, ekonomi zona Eropa berada dalam posisi terbaik sejak krisis keuangan global.

“Sebetulnya tidak pernyataan jelas program tapering akan dijalankan. Tapi pasar sudah merespons positif pernyatan Draghi yang memberikan kepastian kebijakan moneter pada Oktober nanti,” ujar Putu saat dihubungi Bisnis.com, Jumat (8/9/2017).

Mata uang EUR memang sangat memengaruhi pergerakan indeks dolar AS. DXY merupakan perbandingan greenback terhadap enam mata uang utama dunia. Besar bobot masing-masing mata uang ditentukan oleh Federal Reserve berdasarkan pengaruhnya terhadap perdagangan Amerika Serikat.

Bobot yang paling besar terhadap DXY adalah mata uang Euro (EUR) sebesar 57,6%, disusul yen (JPY) 13,6%, poundsterling (GBP) 11,9%, dolar Kanada 9,1%, krona Swedia 4,2%, dan franc Swiss 3,6%.

Faktor eksternal lain yang memengaruhi dolar ialah ketegangan di seputar Korea Utara. Ada kemungkinan Korut kembali meluncurkan rudal pada perayaan Hari Pendiriannya (Founding Day) pada Sabtu (9/9), seperti yang dijanjikan Pimpinan Kim Jong Un sebelumnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Editor : Nancy Junita

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper