Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Stok AS Turun, Harga Minyak WTI Lanjut Tembus Level 48 Pagi Ini

Harga minyak mentah acuan Amerika Serikat (AS) di New York lanjut naik ke atas US$48 per barel pada perdagangan pagi ini (Rabu, 26/7/2017), pertama kalinya sejak awal Juni setelah laporan industri menunjukkan penyusutan persediaan AS dengan jumlah terbesar sejak September.
Minyak WTI/Reuters
Minyak WTI/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah acuan Amerika Serikat (AS) di New York lanjut naik ke atas US$48 per barel pada perdagangan pagi ini (Rabu, 26/7/2017), pertama kalinya sejak awal Juni setelah laporan industri menunjukkan penyusutan persediaan AS dengan jumlah terbesar sejak September.

Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September menanjak ke US$48,55 pada pukul 5.03 sore waktu New York.

Laporan American Petroleum Institute (API) yang dirilis pada Selasa (25/7) waktu setempat menunjukkan jumlah persediaan minyak mentah turun 10,2 juta barel pada pekan lalu.

Angka tersebut akan menjadi penurunan terbesar sejak September jika data itu dikonfirmasikan oleh badan energi AS Energy Information Administration (EIA) pada hari Rabu.

“Sentimen di pasar agak bullish,” ujar James Williams, seorang ekonom di perusahaan riset energi WTRG Economics, seperti dikutip dari Bloomberg.

Pada sesi perdagangan sebelumnya (Selasa, 25/7), harga minyak WTI ditutup di US$47,89 per barel, level penutupan tertinggi sejak 6 Juni.

Harga minyak mentah melonjak lebih dari tiga persen pada akhir perdagangan Selasa, satu hari setelah produsen minyak Amerika Serikat (AS) Anadarko menyatakan akan mengurangi rencana belanja modal.

Dalam pertemuan OPEC dan sejumlah negara non-OPEC di St. Petersburg, Rusia, pada Senin (24/7), Menteri Energi Arab Saudi Khalid al-Falih menyatakan negaranya akan membatasi ekspor minyak mentah sebesar 6,6 juta barel per hari (bph) pada Agustus, atau turun hampir 1 juta bph dibandingkan setahun sebelumnya.

Meski harga minyak melonjak, ada beberapa keraguan mengenai laju penyeimbangan pasar minyak, dengan meningkatnya pasokan dari AS, Libya, dan Nigeria yang mengancam akan menghambat upaya pemangkasan produksi oleh OPEC dan sejumlah negara non-OPEC.

Khalid al-Falih pada Senin mengatakan Arab Saudi tidak akan bertindak sendiri untuk menyeimbangkan pasar dan negara-negara lain harus memperbaiki impelementasi pengurangan pasokan mereka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper