Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mayoritas Kurs Asia Terapresiasi, Rupiah Perpanjang Penguatan

Nilai tukar rupiah berhasil memperpanjang penguatannya pada akhir perdagangan hari ini, Senin (24/7/2017), seiring dengan apresiasi mayoritas mata uang lainnya di Asia.
Uang rupiah./JIBI-Abdullah Azzam
Uang rupiah./JIBI-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah berhasil memperpanjang penguatannya pada akhir perdagangan hari ini, Senin (24/7/2017), seiring dengan apresiasi mayoritas mata uang lainnya di Asia.

Rupiah ditutup menguat 0,03% atau 4 poin di Rp13.309 per dolar AS, setelah dibuka dengan pelemahan 0,04% atau 5 poin di posisi 13.318.

Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah bergerak di kisaran Rp13.307 – Rp13.325 per dolar AS.

Adapun pada perdagangan Jumat (21/7), rupiah ditutup menguat 0,15% atau 20 poin di posisi 13.313 per dolar AS.

Rupiah buktikan keperkasaan di antara mata uang negala lain

Nilai tukar rupiah berhasil menguat terhadap dolar AS pada perdagangan hari ini bersama dengan hampir seluruh mata uang lainnya di Asia.

Yen Jepang memimpin penguatan kurs Asia hari ini dengan 0,41%, diikuti oleh won Korea Selatan sebesar 0,38% dan dolar Taiwan yang terapresiasi 0,32%. Adapun rupee India terpantau melemah 0,11% pada pukul 16.35 WIB.

Sementara itu, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama hari ini terpantau naik 0,08% atau 0,071 poin ke 93,929 pada pukul 16.25 WIB.

Sebelumnya indeks dolar dibuka dengan kenaikan 0,10% atau 0,094 poin di level 93,952, setelah pada perdagangan Jumat berakhir melemah 0,48% di posisi 93,858.

Meski lebih stabil, dolar AS tetap bergerak di kisaran level terendahnya dalam 13 bulan di tengah gejolak politik AS yang mengurangi ekspektasi percepatan agenda stimulus dan reformasi Presiden Donald Trump.

Pemerintahan Trump, yang tidak bergeming oleh penyelidikan dugaan campur tangan Rusia dalam pemilihan presiden AS, mendapat tekanan baru pada Jumat setelah juru bicara Gedung Putih Sean Spicer mengundurkan diri. Hal ini menyoroti adanya pergolakan di dalam lingkaran dalam presiden.

“Situasi politik AS saat ini membebani imbal hasil. Jadi, kami memerlukan data ekonomi yang kuat untuk melepaskan imbal hasil dari level rendahnya,” kata Junichi Ishikawa, analis valas senior di IG Securities, seperti dikutip dari Reuters.

Di sisi lain, bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve diperkirakan akan mempertahankan kebijakan moneternya pada pertemuan FOMC pertengahan pekan ini.

“Ada nada tetap kuatnya mata uang emerging markets di tengah tren pelemahan dolar. Pelaku pasar mungkin melihat rapat FOMC sebagai sesuatu yang mengecewakan, namun mereka cenderung tidak akan mengambil langkah agresif sebelumnya,” ujar Tsutomu Soma, general manager di SBI Securities, seperti dikutip dari Bloomberg.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper