Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nantikan Rapat OPEC, Ini Perkiraan Harga Minyak Sepekan

Harga minyak mentah diperkirakan menguat terbatas ke area US$47 per barel pekan depan seiring dengan rencana pertemuan OPEC dengan non-OPEC pada Senin (24/7/2017).
Markas OPEC di Wina, Austria/Reuters-Leonhard Foeger
Markas OPEC di Wina, Austria/Reuters-Leonhard Foeger

Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak mentah diperkirakan mengalami penguatan terbatas ke area US$47 per barel pada pekan depan seiring dengan rencana pertemuan antara OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries) dengan non-OPEC pada Senin (24/7/2017).

Pada penutupan perdagangan Jumat (21/7/2017), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak September 2017 turun 2,45% atau 1,15 poin menuju US$45,77 per barel. Adapun harga minyak Brent kontrak September 2017 merosot 2,52% atau 1,24 poin menjadi US$48,06 per barel.

Direktur Utama PT Garuda Berjangka menyampaikan harga minyak yang merosot ke level terendah dalam 2 pekan terakhir terjadi akibat proyeksi bertumbuhnya suplai OPEC pada Juli 2017 menjadi 33 juta barel per hari (bph). Padahal organisasi itu sepakat memangkas suplai 1,2 juta bph menjadi 32,50 juta bph.

Bersama dengan produsen minyak lainnya yang kerap disebut Non-OPEC, organisasi setuju mengurangi suplai hingga Maret 2018. Total produksi yang dipangkas mencapai 1,8 juta bph.

Pada Senin (24/7/2017), OPEC dan non-OPEC akan melakukan pertemuan di Rusia untuk membahas kinerja pemangkasan produksi yang sudah dilaksanakan sejak awal 2017. Proyeksi meningkatnya suplai OPEC akan membatasi sentimen positif dari pertemuan tersebut.

"Kalau pun rapat berjalan mulus, ada kesepakatan baru soal memperdalam [dari 1,8 juta bph] atau memperpanjang masa pemangkasan produksi [sampai Maret 2018], hasilnya tidak akan terbatas terhadap harga," tuturnya saat dihubungi Bisnis.com pada Minggu (23/7/2017).

OPEC dan non-OPEC perlu menghitung ulang siapa saja negara yang setuju memangkas suplai. Pasalnya, negara produsen dari kubu OPEC seperti Nigeria, Libya, dan Irak bakal memacu produksi.

Adapun dari kubu non-OPEC, Rusia dan negara lainnya belum kunjung memangkas suplai hingga 600.000 bph, seperti tercantum dalam kesepakatan awal. Oleh karena itu, sambung Ibrahim, sebaiknya kedua kubu turut mengajak Amerika Serikat sebagai produsen minyak ketiga terbesar di dunia.

Selama ini, AS, Kanada, dan sejumlah produsen minyak lainnya memanfaatkan momentum perjanjian OPEC dan non-OPEC untuk memacu suplai. Bahkan, Paman Sam berencana menggenjot produksi hingga 10 juta bph pada 2018, dari 9,30 juta bph pada 2017.

Menurut Ibrahim, pergerakan harga minyak yang lebih besar akan menunggu data mingguan dari AS. Dalam sepekan ke depan, WTI berpeluang menguat terbatas dengan proyeksi rentang harga antara US$44-US$47 per barel.

Sebelumnya, data US Energy Information Administration (EIA) pada Rabu (19/7/2017) menyebutkan stok minyak AS sepekan yang berakhir Jumat (14/7/2017) turun 4,73 juta barel menuju 490,62 juta barel. Ini merupakan level terendah sejak 20 Januari 2017.

EIA juga memangkas proyeksi produksi minyak harian AS pada 2018 menjadi 9,9 juta bph dari sebelumnya 10 juta bph. Adapun prospek volue suplai pada 2017 tetap di level 9,3 juta bph.

Sementara itu, persediaan bensin AS per Jumat (14/7/2017) turun 4,45 juta barel. Data ini mengindikasikan adanya kenaikan permintaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper