Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga CPO Merosot, China Siapkan Program Baru Ini!

Di tengah proyeksi negatif harga minyak kelapa sawit atau CPO pada 2017 akibat pemulihan suplai, pelaku usaha masih bisa bersikap optimis seiring dengan tumbuhnya konsumsi. Asa baru tersebut hadir dari rencana program B5 China.

Bisnis.com, JAKARTA - Di tengah proyeksi negatif harga minyak kelapa sawit atau CPO pada 2017 akibat pemulihan suplai, pelaku usaha masih bisa bersikap optimis seiring dengan tumbuhnya konsumsi. Asa baru tersebut hadir dari rencana program B5 China.

Pada perdagangan Selasa (13/6/2017) pukul 17.15 WIB, harga CPO kontrak Agustus 2017 di bursa Malaysia merosot 16 poin menuju 2.441 ringgit (US$572,54) per ton.

Analis PT Asia Trade Point Futures Deddy Yusuf Siregar mengatakan program B5 yang direncanakan China akan menciptakan kebutuhan CPO baru sebesar 9 juta ton per tahun. Artinya, Negeri Panda menjadi pasar potensial untuk meningkatkan ekspor CPO dari Indonesia.

Tahun lalu, China menyerap 3,8 juta ton CPO dari Indonesia. Mengutip data Bank Dunia, negara tersebut mengonsumsi 5 juta ton minyak kelapa sawit pada musim 2016-2017.

Delegasi dari Indonesia diperkirakan akan berangkat ke China pada Jumat (16/6/2017). "Bila ini [program B5 di China]direalisasikan, mungkin kita tidak perlu lagi pasar Eropa dan AS," tuturnya kepada Bisnis.com, Selasa (13/6/2017) malam.

Seperti diketahui, Amerika Serikat menyampaikan gugatan anti dumping biodiesel. Gugatan tersebut sudah dimenangkan oleh World Trade Organization (WTO).

Indonesia juga menghadapi masalah dari Benua Biru setelah Parlemen Eropa meloloskan resolusi yang termaktub dalam Report on Palm Oil and Deforestation of Rainforests pada 4 April 2017. Resolusi tersebut menuduh kelapa sawit sebagai pemicu deforestasi dan ekses negatif lainnya di sektor lingkungan, sosial, dan hak asasi manusia.

Dengan adanya masalah dari dua wilayah importir, ada kemungkinan tarif bea masuk impor meningkat. Sentimen ini membuat CPO kurang kompetitif dibandingkan minyak nabati lainnya.

Menurut Deddy, program B5 China menjadi harapan baru untuk menopang harga CPO dalam jangka panjang. Pasalnya, pasar berkali-kali melakukan aksi jual karena melihat proyeksi kenaikan produksi CPO pada 2017.

Bahkan ada peluang volume suplai semakin bertumbuh dalam beberapa periode mendatang setelah terhambat EL Nino pada 2016 silam. "Kans naiknya harga CPO tahun ini terhalang oleh proyeksi ini," ujarnya.

Pada tahun ini, produksi CPO Indonesia diperkirakan naik 12,69% year on year (yoy) menjadi 35,5 juta ton pada. Sementara suplai baru dari Malaysia diprediksi bertumbuh 10,17% yoy menjadi 19,5 juta ton dari 17,7 juta ton pada 2016.

Sebelumnya, produksi CPO kedua negara yang menyumbang lebih dari 80% suplai global merosot pada 2016 akibat hambatan cuaca. Data Malaysian Palm Oil Board menunjukkan volume produksi merosot 13,24% yoy menuju 17,32 juta ton dari sebelumnya 19,96 juta ton.

Sementara data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyebutkan total produksi minyak sawit pada 2016 turun 3% yoy menjadi 34,5 juta ton, yang masing-masing disokong oleh CPO sejumlah 31,5 juta ton dan palm kernel oil (PKO) sebesar 3 juta ton. Pada 2015 jumlah pasokan mencapai 35,5 juta ton.

Sebetulnya, sambung Deddy, pasar mendapatkan sentimen positif dari peningkatan ekspor karena bertumbuhnya permintaan saat Ramadan, seperti yang terdapat di dalam data Malaysian Palm Oil Board (MPOB). Namun, lagi-lagi investor lebih menyorot ke sisi kinerja produksi. Bahkan produsen kedua terbesar di dunia itu diprediksi berpotensi menghasilkan 2 juta ton CPO per bulan pada tahun ini.

Pada Selasa (13/6/2017), MPOB menyebutkan ekspor CPO Malaysia meningkat 17,3% month on month (mom) pada Mei 2017 menjadi 1,51 juta ton. Ini merupakan level tertinggi dalam 9 bulan terakhir.

Sementara persediaan minyak kelapa sawit atau CPO di Malaysia merosot 2,6% mom pada Mei 2017 menjadi 1,56 juta ton. Adapun volume produksi naik 6,9% mom menuju 1,65 juta ton. Ini merupakan level tertinggi dalam 7 bulan terakhir.

Secara teknikal, harga CPO dapat mengalami tren menguat jika masih mampu bergulir di atas 2.420 ringgit per ton. Adapun konfirmasi tren bullish minyak kelapa sawit ialah bila menembus level 2.680 ringgit per ton.

Plantations analyst Kenanga Research Voon Yee Ping menyampaikan ada kemungkinan pola produksi pada 2017 kembali seperti 2015, atau sebelum terjadinya cuaca kering El Nino yang cukup parah.

"Ada sejumlah komentar dari produsen bahwa pola produksi tahun ini akan serupa dengan 2015. Jadi akan ada peningkatan lagi pada Juni 2017 dan seterusnya secara konsisten," ujarnya seperti dikutip dari Reuters.

Bahkan, sambung Ping, ada kemungkinan produksi bulanan memuncak menuju 2 juta ton. Tahun lalu, produksi minyak sawit hanya mencapai level tertinggi sebesar 1,72 juta ton pada September 2016.

Jadi, dengan proyeksi pemulihan suplai yang menekan harga, pelaku usaha masih bisa berharap sisi permintaan meningkat. Harapan besar itu berasal dari program B5 China.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Editor : Riendy Astria

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper