Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Meski Tertekan, Penurunan Harga Nikel Terbatas

Kendati sedang mengalami tekanan, penurunan harga nikel diperkirakan terbatas di level terendah US$8.800 per ton.
Aktifitas penambangan nikel milik PT Vale Indonesia, Tbk terlihat di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan./JIBI-Paulus Tandi Bone
Aktifitas penambangan nikel milik PT Vale Indonesia, Tbk terlihat di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan./JIBI-Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, JAKARTA - Kendati sedang mengalami tekanan, penurunan harga nikel diperkirakan terbatas di level terendah US$8.800 per ton.

Pada penutupan perdagangan Senin (5/6/2017) di bursa London Metal Exchange (LME), harga nikel merosot 5 poin atau 0,06% menjadi US$8.910 per ton.

Sepanjang tahun berjalan, harga nikel merosot 11,08%, terburuk di antara logam dasar LME lainnya. Adapun pada 2016, harga nikel tumbuh 13,61% setelah ditutup di level US$10.020 per ton.

JPMorgan Chase & Co dalam publikasi risetnya menyampaiakan harga nikel mengalami tekanan akibat proyeksi bertumbuhnya suplai dari Indonesia dan Malaysia. Dalam sisa tahun 2017, harga diperkirakan bergerak di dalam rentang US$8.800 - US$9.500 per ton.

"Harga nikel sangat sensitif terhadap pasokan Filipina baru-baru ini. Namun, ketika harga si bawah US$9.000 itu menunjukkan area yang oversold," ujarnya seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa (6/6/2017).

Sementara itu, Goldman Sachs Group Inc memprediksi pasar nikel akan mengalami surplus pasokan sebesar 37.000 ton pada 2017 dan 100.000 ton pada 2018. Oleh karena itu, harga berpotensi stagnan di posisi US$9.000 per ton sampai akhir 2017 dan semester I/2018.

Pasar mewaspadai bertumbuhnya suplai dari Indonesia yang kembali membuka keran ekspor bijih nikel. Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM) sudah melaporkan Indonesia menghasilkan 10 juta ton bijih kelas rendah setiap tahun, dan 5,2 juta ton atau setara dengan 70.000 ton feronickel tersedia untuk pasar ekspor.

Dari tempat lain, penutupan tambang di Filipina berpotensi kembali dibuka setelah pemecatan Gina Lopez dari jabatannya sebagai Menteri Lingkun dan dan Sumber Daya Alam pada awal Mei 2017.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Editor : Riendy Astria
Sumber : bloomberg

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper