Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Penyebab Harga Gula Semakin Tertekan

Harga gula diperkirakan semakin tertekan akibat penambahan produksi di Thailand sebagai eksportir terbesar kedua di dunia.
Gula/Ilustrasi
Gula/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Harga gula diperkirakan semakin tertekan akibat penambahan produksi di Thailand sebagai eksportir terbesar kedua di dunia.

Pada penutupan perdagangan Jumat (2/6/2017), harga gula di bursa ICE Futures Europe Commodities untuk kontrak Juli 2017 menurun 0,49 poin atau 3,44% menuju US$0,1374 per pon. Ini menjadi penurunan dalam delapan sesi berturut-turut.

Sepanjang tahun berjalan, harga merosot 29,57%. Tahun lalu, harga gula berhasil melonjak 30,48% year on year (yoy) setelah mengalami tren menurun sejak 2010.

Juru bicara Thai Sugar Millers Corp Sirivuthi Siamphakdee menyampaikan pada musim 2017-2018 produksi gula Negeri Gajah Putih bisa mencapai 11,5 juta ton yang berasal dari 105 juta ton batang tebu. Hal ini terjadi akibat peningkatan panen yang dipicu banyaknya curah hujan.

Angka tersebut naik dari proyeksi produksi musim 2016-2017 sejumlah 10 juta ton dari 93 juta ton batang tebu. Pasar gula menggunakan patokan musim mulai Oktober sampai dengan September di tahun berikutnya. Artinya, musim 2016-2017 berlangsung mulai Oktober 2016 hingga September 2017.

"Meningkatnya produksi dari Thailand dipicu curah hujan yang sangat baik tahun ini di semua wilayah. Ini bisa menambah proyeksi surplus global yang menekan harga," tuturnya seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (5/6/2017).

Sirivuthi menambahkan Thailand kemungkinan mengekspor 8,8 juta ton gula pada 2018. Permintaan paling kuat masih berasal dari pasar Asia.

Sementara itu, International Sugar Organization memperkirakan pada musim 2017-2018 pasar global akan mengalami surplus gula sebesar 3 juta ton. Padahal pada musim sebelumnya pasar mengalami defisit 6,5 juta ton.

Menurut Departemen Irigasi setempat, curah hujan di wilayah timur laut Thailand antara 1 Januari 2017- 28 Mei 2017 lebih tinggi 40% dibandingkan rata-rata 30 tahun terakhir. Sementara di bagian utara, hujan mencapai 35% lebih tinggi dibandingkan rata-rata.

Managing director Green Pool Commodities Specialists Tom McNeill mengatakan satu-satunya masalah dengan curah hujan yang tinggi ialah penumpukan penyakit dan hama kerika cuaca kembali kering. Produksi Thailand dapat meningkat menjadi 10,8-11,5 juta ton pada musim 2017-2018.

Green Pool memperkirakan surplus global mencapai 4,6 juta ton pada musim 2017-2018, berbalik dari kondisi defisit sebesar 4,2 juta ton pada musim sebelumnya.

"Harga lgobal turun karena bayang-bayang surplus 2017-2018," paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Editor : Riendy Astria
Sumber : bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper