Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Nikel Tertekan Permintaan China

Harga nikel tertekan oleh berkurangnya permintaan China yang sedang mengekang produksi stainless steel.
/Ilustrasi
/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Harga nikel tertekan oleh berkurangnya permintaan China yang sedang mengekang produksi stainless steel.

Pada penutupan perdagangan Jumat (26/6/2017) di bursa London Metal Exchange (LME), harga nikel meningkat 40 poin atau 0,44% menjadi US$9.080 per ton.

Sepanjang tahun berjalan, harga nikel merosot 9,38%. Adapun pada 2016, harga nikel tumbuh 13,61% setelah ditutup di level US$10.020 per ton.

Analis perusahaan riset Smartkarma Surabhi Chopra mengatakan harga nikel dapat terkoreksi 7%-13% menuju US$8.500-US$8.000 per ton akibat berkurangnya permintaan. China sebagai konsumen terbesar di dunia akan mengurangi produksi stainless steel.

Selain itu, volume persediaan kini mencapai level tertinggi yang pernah ada, yakni sekitar 390.000 ton atau sekitar 20% pasokan nikel global.

"Tingginya persediaan mengonfirmasi adanya perlambatan permintaan dari China," ujarnya seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (29/5/2017).

Setidaknya ada tiga faktor yang menghambat produksi stainless steel di China. Pertama, adanya kelebihan kapasitas stainless steel di tengah perlambatan ekspor, sehingga produksi akan diturunkan.

Kedua, ekspansi properti di dalam tubuh Negeri Panda mengalami hambatan. Ketiga, pengetatan peraturan lingkungan akan menghambat peningkatan produksi baja.

Dari sisi pasokan, pasar mewaspadai bertumbuhnya suplai dari Indonesia yang kembali membuka keran ekspor bijih nikel. Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM) sudah melaporkan Indonesia menghasilkan 10 juta ton bijih kelas rendah setiap tahun, dan 5,2 juta ton atau setara dengan 70.000 ton feronickel tersedia untuk ekspor.

Berdasarkan perhitungan tersebut, industri dapat mengekstrak 1 ton feronickel yang terkandung di dalam 70-80 ton bijih. Artinya, kandungan nikel rata-rata dalam satu ton bijih ialah 1,25%-1,43%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Editor : Riendy Astria
Sumber : bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper