Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AS Terus 'Ngebor' Shale Oil, Stabilisasi Harga Minyak Dunia Terancam Gagal

Pelaku produksi shale oil Amerika Serikat yang semakin giat mengebor seiring dengan tren kenaikan harga minyak bisa membuat harga komoditas itu kembali tumbang. Alhasil, aksi pengurangan produksi yang dilakuakn OPEC dan Rusia untuk menurunkan pasokan global bisa jadi sia-sia.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku produksi shale oil Amerika Serikat yang semakin giat mengebor seiring dengan tren kenaikan harga minyak bisa membuat harga komoditas itu kembali tumbang.

Alhasil, aksi pengurangan produksi yang dilakukan OPEC dan Rusia untuk menurunkan pasokan global bisa jadi sia-sia.

Beberapa analis mengatakan, produksi shale oil Amerika Serikat (AS) tumbuh lebih cepat dari yang diperkirakan.

Macquire Grup pun menaikkan perkiraan produksi shale oil asal Negeri Paman Sam itu menjadi 1,4 juta barel per hari dibandingkan sebelumnya sekitar 900.000 barel per hari.

JP Morgan Chase & Co juga melipatgandakan perkiraannya menjadi naik ke 800.000 barel per hari.

Kepala Riset Komoditas Commerzbank Eugen Weinberg mengatakan, produksi shale oil AS meningkat drastis karena mengambil kesempatan besar dari aksi pengurangan produksi yang dilakukan OPEC dan Rusia.

“Kenaikan produksi mereka [AS], hampir setengah dari penurunan produksi OPEC atau sudah dua kali lipat dari pengurangan produksi Rusia,” ujarnya seperti dilansir Bloomberg pada Sabtu (20/5).

Dia melanjutkan, kalau pemotongan produksi terus diperpanjang, anggota OPEC berpotensi kehilangan pangsa pasar lebih lanjut.

Sebenarnya, OPEC pun sudah memperkirakan potensi tergerusnya pangsa pasar mereka ketika melakukan kebijakan pengurangan produksi sejak 2015, ketika harga minyak mentah terus mengalami penurunan saat itu.

Produksi 2018

Sementara itu, kondisi persaingan pangsa pasar minyak mentah juga akan cukup sulit bagi OPEC pada tahun depan.

JPMorgan memperkirakan produksi shale oil bisa naik sebesar 1,05 juta barel per hari, sedangkan Bank of America Merrill Lynch memasang angka 950.000 barel per hari.

Lalu, Rystad Energy memaparkan produksi shale oil AS saat ini akan sulit diturunkan meskipun harga minyak akan mengalami penurunan drastis.

“Mereka [pelaku produksi shale oil AS] masih bisa mendapatkan untung walaupun harga minyak jatuh ke kisaran US$40 sampai US$30,” paparnya dalam laporan.

Bila produksi shale oil AS terus menggeliat, upaya OPEC dan Rusia yang memangkas produksi demi mengurangi pasokan minyak mentah global ke level rendah rata-rata dalam lima tahun terakhir akan sia-sia.

Dari data Energy Information Administration (EIA), produksi shale oil AS sampai 17 Mei 2017 melonjak 6,14% menjadi 9,3 juta barel per hari dibandingkan dengan akhir tahun lalu yang sebesar 8,76 juta barel per hari.

Pasokan shale oil di Negeri Paman Sam itu pun naik 7,14% menjadi 520,77 juta barel dibandingkan dengan akhir tahun lalu yang sebesar 486,06 juta barel.

Sampai penutupan perdagangan kemarin, harga minyak WTI masih melanjutkan tren kenaikan sebesar 1,99% menjadi US$50,33 per barel, sedangkan harga minyak Brent naik 2,49% menjadi US$53,82 per barel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Surya Rianto
Editor : Fajar Sidik
Sumber : bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper