Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Suplai Tumbuh, Harga Nikel Sulit Lampaui US$10.000

Harga nikel diperkirakan sulit melampaui US$10.000 per ton pada kuartal II/2017 seiring dengan bertumbuhnya suplai dari Filipina dan Indonesia yang kembali membuka keran ekspor bijih.

Bisnis.com, JAKARTA--Harga nikel diperkirakan sulit melampaui US$10.000 per ton pada kuartal II/2017 seiring dengan bertumbuhnya suplai dari Filipina dan Indonesia yang kembali membuka keran ekspor bijih.

Pada penutupan perdagangan Senin (3/4), harga nikel di bursa London Metal Exchange turun 1,75% atau 175 poin menuju US$9.850 per ton. Pada kuartal I/2017, harga nikel meningkat tipis 0,05%. Tahun lalu, harga berhasil tumbuh 13,61%.

Andri Hardianto, analis Asia Trade Point Futures, menuturkan sebelumnya harga nikel ditopang oleh berkurangnya produksi di Filipina dan Indonesia. Namun, relaksasi ekspor di kedua negara membuat harga tertekan dalam jangka pendek.

Selain itu, sentimen dari sisi suplai yang bertambah belum didukung pertumbuhan permintaan dari sektor industri. Pelaku usaha masih menahan diri dalam pembelian bahan baku.

"Relaksasi ekspor khususnya membuat harga nikel tertekan pada awal bulan ini," tuturnya saat dihubungi Bisnis.com, Selasa (4/4/2017).

Indonesia pernah menjadi pemasok bijih nikel terbesar ke China sebagai konsumen utama, sebelum larangan ekspor pada 2014. Sejak adanya larangan, Filipina mengambil peran sebagai eksportir utama.

Pemerintah sudah menerbitkan Peraturan Menteri energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) no.6/2017 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral ke Luar Negeri Hasil Pengolahan dan Permurnian.

Dalam beleid baru itu, tercantum peraturan perihal rencana penjualan ke luar negeri yang memuat salah satunya jenis dan jumlah mineral logam yang telah memenuhi batasan minimum pengolahan/nikel dengan kadar <1,7%.

Terkini, Kementerian ESDM menebitkan rekomendasi ekspor mineral bijih nikel sebesar 3,7 juta ton untuk jangka waktu 1 tahun. Rinciannya, PT Aneka Tambang (Persero) Tbk., mendapat rekomendasi sejumlah 2,7 juta ton, dan PT Fajar Bhakti Lintas nusantara sebanyak 1 juta ton.

Filipina juga melakukan relaksasi ekspor pada Jumat (31/3) dengan membuka izin pengapalan kepada 8 tambang. Jumlah bijih nikel dari 8 tambang tersebut diperkirakan mencapai 5 juta ton.

Padahal, pada 20 Februari 2017 harga nikel mencapai level US$11.150 per ton setelah Menteri Lingkungan dan Sumber Daya Alam Filipina Regina Lopez menyampaikan penutupan tambang. Selain penghentian operasi yang mencakup sekitar 50% dari total pasokan nikel di dalam negeri, sejumlah perusahaan juga dikenakan suspensi ekspor.

Menurut data Kementerian Lingkungan dan Sumber Daya Alam, jumlah perusahaan yang dikenakan penyetopan operasi ialah 23 tambang. Adapun keputusan terhadap 5 tambang lainnya masih ditangguhkan. Filipina menyumbang sekitar 25% produksi nikel global

Dengan adanya potensi tambahan suplai dari Indonesia dan Filipina, sambung Andri, harga nikel di LME sulit melampaui level US$10.000 per ton. Pada kuartal II/2017, harga diperkirakan bergerak dalam rentang US$9.500-US$10.500 per ton.

"Kuartal II masih akan lebih banyak bergerak di bawah US$10.000, karena sektor industri juga wait and see," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Editor : Rustam Agus

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper