Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

HARGA MINYAK Kembali ke bawah US$50, Ini Penyebabnya

Prospek harga minyak dunia bisa kembali menanjak setelah Organization of the Petrolium Exporting Countries (OPEC) memangkas produksi demi menstabilkan harga pada akhir tahun lalu. Namun, kondisi pasar fisik minyak dunia disebut masih mengalami penumpukkan pasokan yang membuat tren harga minyak saat ini cenderung tertekan.
Harga minyak./JIBI
Harga minyak./JIBI

Bisnis.com, JAKARTA – Prospek harga minyak dunia bisa kembali menanjak setelah Organization of the Petrolium Exporting Countries (OPEC) memangkas produksi demi menstabilkan harga pada akhir tahun lalu.

Namun, kondisi pasar fisik minyak dunia disebut masih mengalami penumpukkan pasokan yang membuat tren harga minyak saat ini cenderung tertekan.

Oliver Jakob, Managing Director dari konsultan Petromatrix GmbH, mengatakan, kondisi pasar fisik minyak sampai saat ini tidak benar-benar terjadinya pengurangan pasokan maupun kenaikan permintaan yang tinggi.

“Pemangkasan produksi yang dilakukan OPEC memang sudah cukup baik agar kelebihan pasokan yang terjadi dalam tiga tahun ke belakang tidak terulang. Namun, tidak cukup memberikan dorongan untuk harga minyak kembali pada kisaran US$60 sampai US$70,” ujarnya seperti dilansir Bloomberg pada Sabtu (18/3).

Tanda-tanda kelebihan pasokan kembali mulai terlihat pada kawasan Eropa, Afrika Barat, dan Amerika Serikat (AS) yang membuat harga minyak Brent cenderung melemah. Adapun, saat ini, di Afrika Barat, penjualan minyak justru cenderung lebih lambat dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya.

Lalu, di AS, antara wilayah produksi minyak dan tempat penyimpanan mengalami limpahan pasokan yang sangat besar.

Dari segi nilai transaksi kontrak berjangka jangka panjang untuk harga minyak West Texas Intermediate (WTI) dan Brent, pada 23 Februari 2017 sempat mencatatkan nilai tertinggi sejak akhir tahun lalu OPEC mengumumkan rencana pemangkasan produksi yakni senilai US$56 miliar, tetapi pada 24 Februari 2017 nilai itu langsung menciut menjadi US$49,3 miliar.

Aksi jual pada pasar berjangka itu memperkuat kondisi pasar fisik yang kembali mengalami pasokan yang berlimpah.

Dominic Haywood, analis Energy Aspect Ltd., mengatakan, pasar minyak kembali membutuhkan harga yang lebih rendah setelah sejak tahun lalu Amerika Serikat (AS) mulai membuka keran ekspor minyaknya.

“Permintaan dari Afrika Barat melemah karena harus bersaing dengan AS dalam menjual minyaknya ke Asia,” ujarnya.

Pasanya, walaupun OPEC sudah memangkas produksi, tetapi pengeboran shale oil AS justru digenjot dan membuat persaingan memperebutkan pasar kian ketat.

Dari data Energy Information Administration (EIA)AS sampai 15 Maret 2017, produksi minyak Negeri Paman Sam melonjak mendekati level tertinggi sejak Februari 2016 yakni pada level 9,1 juta barel per hari. Tingkat produksi itu meningkat 1,82% dibandingkan dengan akhir tahun lalu.

Di sisi lain, pasokan minyak AS juga terus menumpuk, sampai data 15 Maret 2017 disebutkan pasokan minyak AS meningkat 9,32% menjadi 528,15 juta barel.

Pada perdagangan akhir pekan ini, harga minyak WTI mencatatkan kenaikan sebesar 0,06% menjadi US$48,78 per barel, sedangkan untuk harga minyak Brent mengalami kenaikan tipis sebesar 0,04% menjadi US$51,76 per barel.

Sepanjang bulan berjalan ini, harga minyak WTI sudah melemah sebesar 9,38%, sedangkan harga minyak Brent turun sebesar 8,16%.   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Surya Rianto
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper