Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IHSG Bertenaga, Return Reksa Dana Saham Berpotensi Terangkat

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang bertenaga diproyeksi bakal mendongkrak imbal hasil produk reksa dana saham sepanjang tahun ini.nn
Karyawati beraktivitas di dekat papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia./JIBI-Abdullah Azzam
Karyawati beraktivitas di dekat papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia./JIBI-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang bertenaga diproyeksi bakal mendongkrak imbal hasil produk reksa dana saham sepanjang tahun ini.

Direktur Bahana TCW Investment Management Soni Wibowo menuturkan IHSG berpotensi membukukan pertumbuuhan 17,6% pada 2017. Faktor pendorongnya, antara lain membaiknya pendapatan emiten dan laju pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) yang diharapkan lebih tinggi dibandingkan capaian 2016 yang tercatat sebesar 5,02%.

“Faktor dari luar negeri masih jadi risiko, seperti masih ada ketidakpastian mengenai arah kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, rencana kenaikan tingkat suku bunga di AS, dan berbagai pemilihan umum di Eropa,” kata Soni di Jakarta, Kamis (16/3/2017).

Pada Rabu (15/3),  Federal Open Market Committee menaikkan tingkat suku bunga Fed Fund Rate 25 basis poin menjadi 0,75%-1%. Di dalam negeri, nilai tukar rupiah justru menguat 17 poin atau 0,13% ke level Rp13.347 per dolar AS pada Kamis (16/3). IHSG pun menguat 1,58% atau 85,86 poin ke level 5.518,24.

"Imbal hasil reksa dana saham minus sepanjang Februari 2017, akan tetapi kinerja reksa dana saham berpotensi terus menguat hingga akhir tahun ini. Sebaliknya, kinerja reksa dana campuran berpotensi melemah," ujarnya.

Adapun reksa dana pendapatan tetap diperkirakan membukukan kenaikan 8%-10% pada tahun ini. Pasalnya, pasar obligasi memiliki katalis positif karena diperkirakan permintaan obligasi masih terus menanjak.

"Valuasi obligasi di dalam negeri masih murah, karena koreksi cukup tajam pada akhir tahun lalu," imbuhnya.

Selain itu, aturan Otoritas Jasa Keuangan yang mewajibkan industri keuangan non bank seperti asuransi dan dana pensiun menempatkan 30% dananya pada surat berharga negara membuat permintaan obligasi bertambah. Lelang obligasi di awal tahun pun selalu kelebihan permintaan.

Namun, kenaikan FFR berpotensi mengerek yield US Treasury dan menguatnya nilai tukar greenback. Kondisi itu berisiko mempengaruhi pasar obligasi dan membuat harga aset dalam rupiah termasuk obligasi akan menurun sehingga memengaruhi kinerja reksa dana pendapatan tetap.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper