Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Proyeksi Pemulihan Tekan Harga CPO

Harga minyak kelapa sawit (CPO) mengalami pelemahan selama tiga sesi berturut-turut seiring dengan proyeksi pemulihan suplai di negara produsen. Penurunan harga diperkirakan semakin dalam pada paruh kedua 2017.
Ilustrasi
Ilustrasi

JAKARTA – Harga minyak kelapa sawit (CPO) mengalami pelemahan selama tiga sesi berturut-turut seiring dengan proyeksi pemulihan suplai di negara produsen. Penurunan harga diperkirakan semakin dalam pada paruh kedua 2017.

Pada perdagangan Bursa Malaysia, Senin (13/3) pukul 17:00 WIB, harga CPO kontrak Mei 2017 turun 48 poin atau 1,73% menuju 2.723 ringgit (US$611,59) per ton. Harga sudah terkoreksi 9,5% sepanjang tahun berjalan dari level 3.009 ringgit per ton. Tahun lalu, harga CPO bertumbuh 25% year on year (yoy).

Alan Lim, analis MIDF Amanah Investment Bank Bhd., memaparkan harga CPO didorong oleh sentimen berkurangnya stok di Malaysia pada Februari 2017 sebesar 1,46 juta ton. Malaysian Palm Oil Board (MPOB) merilis data resmi kinerja pasar CPO pada Jumat (10/3). 

Angka ini turun 5,3% month on month (mom) dari Januari 2017 sejumlah 1,54 juta ton, dan 32,7% yoy dari Februari 2016 sebanyak 2,17 juta ton.

Berkurangnya stok terutama ditopang penurunan produksi sebanyak 1,4% mom menjadi 1,26 juta ton. Suplai baru dari wilayah Sabah dan Serawak sama-sama merosot 7% mom menuju 323.244 ton serta 274.848 ton. Namun, produksi di Semenanjung Malaysia naik 4% mom menjadi 660.446 ton. 

Secara tahunan, volume produksi Februari 2017 meningkat 20,7%. Menurut Lim, hal ini menunjukkan pohon-pohon kelapa sawit sudah mulai pulih dari dampak El Nino.

Sementara itu, volume ekspor kedua negara konsumen utama, yakni Indonesia dan Malaysia, melemah. Ekspor ke China turun 38% mom menjadi 103.169 ton akibat cuaca dingin selama Februari. Penggunaan minyak sawit saat cuaca dingin memang cenderung lebih rendah karena pembekuan.

Ekspor ke India juga merosot 4% mom menuju 133.488 ton. Penurunan mungkin disebabkan oleh naiknya konsumsi minyak nabati yang diproduksi di dalam negeri.

Lim menyampaikan, MIDF memprediksi stok CPO pada Maret 2017 naik 11% mom menjadi 1,62 juta ton. Dua asumsi utama yang mendasarinya ialah kenaikan produksi 13% mom dan menurunnya ekspor 3% mom.

“Namun, stok diperkirakan meningkat mulai Maret 2017, sehingga harga cenderung tertekan,” paparnya dalam riset, Senin (13/3).

Menurut data surveyor, pada 1–10 Maret volume ekspor turun 25% mom. Namun, lanjut Lim, data ini tidak mewakili proyeksi selama sebulan penuh.

MIDF mempertahankan proyeksi rerata harga CPO pada 2017 bakal lebih baik dengan pertumbuhan 3,81% yoy menuju 2.725 ringgit per ton dari sebelumnya 2.625 ringgit per ton akibat penguatan dolar AS terhadap ringgit. Mata uang tersebut semakin perkasa dengan estimasi pengerekan suku bunga Federal Reserve sebanyak tiga kali pada tahun ini.

Sementara itu, JP Morgan yang hadir dalam acara KL Palm Oil Conference pada pekan lalu mencatat berbagai pendapat dari ahli-ahli dalam industri CPO, yakni Thomas Mielke dari Oil World, Dr. James Fry dari LMC International, dan Dorab Mistry dari Godrej International. Acara ini diselenggarakan oleh Bursa Malaysia.

Semester Kedua

Secara umum, para pembicara di konferensi memandang harga CPO telah mencapai puncaknya dan penurunan akan semakin dalam pada paruh kedua 2017. Sentimen utama yang memengaruhi ialah meningkatnya produksi sekitar 10%–15% yoy pada Tahun Ayam Api.

“Sementara proyeksi kami, tingkat produksi CPO global pada tahun ini naik 12,8% yoy menjadi 65,63 juta ton dari 2016 sejumlah 58,17 juta ton,” papar analis Morgan.

Adapun pada semester I/2017, harga masih ditopang oleh masih ketatnya persediaan, belum pulihnya produksi, dukungan konsumsi dari mandat biodiesel di Indonesia, dan kebijakan Pemerintah China mengakhiri pembukaan stok. JP Morgan memprediksi rerata harga CPO 2017 merosot 6% yoy menuju US$600 per ton.

Sementara itu, para ahli di konferensi memperkirakan harga CPO pada semester II/2017 senilai US$580–US$650 (2.500 ringgit–2.800 ringgit) per ton. Angka ini lebih tinggi dari proyeksi Morgan senilai US$570 per ton.

Tiga faktor yang mendukung harga CPO menurut Morgan ialah menguatnya harga minyak mentah, realisasi program biodiesel di Indonesia, dan pelemahan mata uang ringgit terhadap dolar AS.

Para pembicara di konferensi memperkirakan konsumsi biodiesel bersubsidi di Indonesia naik menjadi 3 juta kilo liter pada 2017, dari 2016 sebesar 2,6 juta kilo liter dan 2015 sebanyak 0,9 juta kilo liter. Namun, jumlah ini bisa meningkat hingga 5,5 juta kilo liter bila segmen bahan bakar nonsubsidi juga diberikan mandat penggunaan biodiesel.

Proyeksi Pemulihan Tekan Harga CPO

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Sumber : Bisnis Indonesia (14/03/2017)
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper