Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Permintaan Apik, Harga Timah 2017 Menguat

Setelah mengalami peningkatan 45% di tahun lalu, harga nikel diperkirakan masih melanjutkan tren penguatan pada 2017 seiring dengan proyeksi naiknya permintaan untuk bahan semi konduktor.
Timah batangan. /Bisnis.com
Timah batangan. /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA--Setelah mengalami peningkatan 45% di tahun lalu, harga nikel diperkirakan masih melanjutkan tren penguatan pada 2017 seiring dengan proyeksi naiknya permintaan untuk bahan semi konduktor.

Pada perdagangan 30 Desember 2016, harga nikel di bursa London Metal Exchange ditutup di posisi US$21.125 per ton. Angka ini menunjukkan harga meningkat 45,14% sepanjang tahun (year on year/yoy).

Reli nikel di LME menempati peringkat kedua pertumbuhan komoditas logam dasar sepanjang 2016. Seng menjadi jawara dengan catatan peningkatan 60,1% yoy menjadi US$2.576 per ton.

Adapun pada penutupan perdagangan Selasa (17/1/2017), harga timah naik 0,36% ata 75 poin menjadi US$21.100 per ton. Angka ini menunjukkan harga terkoreksi tipis 0,12% sepanjang tahun berjalan.

Macquarie Research dalam publikasinya menyampaikan, harga timah berhasil meningkat signifikan pada tahun lalu di tengah kondisi pasokan dari Asia yang bercampur. Indonesia, sebagai eksportir terbesar di dunia, diestimasi memangkas produksi hingga 13% yoy menjadi 61.000 ton pada 2016.

Penyebab turunnya suplai ialah penutupan sejumlah tambang sejak awal tahun menyusul anjloknya harga pada 2015 sebesar 24,97% yoy menuju US$14.555 per ton. Fenomena ini, meneruskan tren 2014 dimana harga merosot 13,2% yoy menjadi US$19.400 per ton.

Di sisi lain, pemerintah setempat mengeluarkan kebijakan pembatasan kuota ekspor untuk menekan penambangan ilegal. Jumlah ekspor timah dari Indonesia pun turun 9% yoy sepanjang 2016 menjadi 63.600 ton.

Di tempat berbeda, pengiriman bijih dan konsentrat timah dari Myamar meroket 94%yoy pada November 2016, berdasarkan data perdagangan China. Namun, sentimen ini tidak akan bertahan lama.

Menurut kelompok studi timah International Tin Research Institute (ITRI), kenaikan suplai lebih banyak berasal dari persediaan yang sudah ada dibandingkan produksi baru. Eksplorasi tambang di Myanmar pun semakin bergerak ke dalam tanah dan nilai kadar logam yang ditemukan sudah menurun. Oleh karena itu, pertumbuhan produksi timah di Myanmar cenderung melambat mulai 2017 dan seterusnya.

Adapun di China, produksi timah mulai terpengaruh sejak Juli 2016 setelah pemerintah penegakkan peraturan untuk menutup sejumlah kegiatan eksplorasi terkait dengan isu lingkungan. Data pada Oktober 2016 menyiratkan pemulihan nyata karena volume produksi timah di Negeri Panda menjadi 14.000 ton per bulan.

Berdasarkan data Bank Dunia pada 2014, tiga negara produsen timah terbesar ialah China sebanyak 146.600 ton, Indonesia 68.400 ton, dan Myanmar 24.000 ton.

Damien Thong, analis yang memimpin riset Macquarie menyimpulkan, pada tahun ini dari sisi suplai persediaan timah olahan akan tetap berada di tingkat rendah, meskipun sejumlah negara produsen tertarik meningkatkan eksplorasi karena penguatan harga.

"Namun, yang menjadi pendorong utama penguatan harga pada 2017 ialah meningkatnya konsumsi material semikonduktor. Naiknya permintaan mendorong pasar timah mengalami defisit dalam beberapa waktu ke depan," ujarnya seperti dikutip Bisnis.com, Rabu (18/1/2017). 

Thong mengatakan, pertumbuhan penjualan timah global akan mencapai 9% yoy pada 2017 dan 3% pada 2018. Sementara itu, harga pada tahun ini berpotensi naik 5% yoy menjadi US$21.750 per ton, dan berkisar antara US$21.000-US$23.000 per ton pada akhir 2020.

Peningkatan konsumsi semikonduktor yang menopang penguatan harga timah terlihat sejak tahun lalu. Pada pertengahan hingga akhir 2016, permintaan material yang digunakan untuk peralatan elektronik itu meningkat 50%.

"Seperti biasa, China tetap menjadi konsumen utama, tetapi permintaan dari wilayah Asia lainnya seperti Jepang juga terlihat bagus," papar Thong.

Pertumbuhan konsumsi mendorong keseimbangan pasar timah menuju kondisi defisit sebesar 2,6-3,8 kilo ton per tahun pada 2017. Faktor tersebut membuat harga timah diprediksi tetap kuat hingga 2020.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper