Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RI Masih Berpeluang Raih Investment Grade dari S&P

Pelaku pasar masih optimistis Indonesia berpeluang mengantongi peringkat layak investasi dari lembaga Standard & Poor's Global Ratings. Pasar modal diproyeksi kian moncer.
Bank Indonesia dianggap mampu menyelaraskan langkah dengan Kementerian Keuangan/Reuters-Iqro Rinaldi
Bank Indonesia dianggap mampu menyelaraskan langkah dengan Kementerian Keuangan/Reuters-Iqro Rinaldi

Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku pasar masih optimistis Indonesia berpeluang mengantongi peringkat layak investasi dari lembaga Standard & Poor's Global Ratings. Pasar modal diproyeksi kian moncer.

Senior Market & Technical Analyst PT Daewoo Securities Indonesia Heldy Arifien, menilai ruang penaikkan peringkat Indonesia sebagai negara layak investasi dari S&P masih ada. Dari kondisi makro ekonomi, Indonesia pantas mendapatkan investment grade.

"Indonesia layak masuk investment grade, ruang itu ada. Meski pertumbuhan ekonomi lambat, tetapi masih tumbuh positif," ujarnya saat berbincang dengan Bisnis.com di Jakarta pada Kamis (27/10/2016).

Sampai sekarang, hanya S&P yang belum menyematkan peringkat investment grade bagi Indonesia. Dua lembaga lain, Fitch Ratings dan Moody Investors Service telah lebih dulu memberikan peringkat investment grade bagi Indonesia.

Pada perdagangan akhir pekan, Jumat (28/10/2016), Indeks harga saham gabungan (IHSG) bergerak negatif seiring merahnya mayoritas bursa regional Asia Tenggara. IHSG ditutup terkoreksi 0,12% sebesar 6,57 poin ke level 5.410,27. Namun, dalam sepekan IHSG masih positif dengan penguatan 0,02% sebesar 1,02 poin.

IHSG masih menjadi bursa dengan penguatan tertinggi di antara pasar modal utama dunia sebesar 17,79% year-to-date. Namun, investor asing mencatatkan aksi jual bersih pekan ini senilai Rp633,53 miliar dan mengikis torehan net buy sepanjang tahun berjalan menjadi Rp32,31 triliun.

Dia optimistis, penyematan investment grade terhadap Indonesia, dapat mendorong IHSG melesat akhir tahun ini. Terlebih, ada faktor window dressing yang diproyeksi terjadi mulai November hingga akhir tahun.

Target Daewoo Securities, IHSG pada akhir Desember 2016 dapat mencapai 5.500-5.600. Pendorong IHSG berasal dari banjir likuiditas dana tax amnesty, window dressing, dan investment grade.

Kinerja emiten pada kuartal III/2016, dinilai tidak akan begitu mengejutkan. Pertumbuhan ekonomi tahun ini diproyeksi dapat menyentuh angka 5,0% seperti target pemerintah, sesuai proyeksi konsensus 4,9%-5,1%.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berharap lembaga pemeringkat S&P dapat menaikkan rating utang Indonesia ke level investment grade. Pasalnya, pemerintah telah melakukan perbaikan dalam struktur APBN agar lebih sehat.

Harapan Menkeu diuraikan pascapertemuan dengan tiga lembaga pemeringkat S&P, Fitch, dan Moody's di sela-sela pertemuan tahunan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) di Washington, AS pada 4-9 Oktober 2016.

Menkeu menjelaskan kepada tiga lembaga pemeringkat itu terkait langkah terakhir pemerintah di bidang APBN, baik dari sisi antisipasi tahun ini, pembahasan APBN 2017, dan implementasi Undang-Undang Pengampunan Pajak atau tax amnesty.

Pada akhir Juni 2016, S&P mempertahankan peringkat utang Indonesia satu notch di bawah investment grade, lantaran kinerja instrumen fiskal APBN belum membaik. Sedangkan, Fitch dan Moody's telah menyematkan investment grade sejak 2011.

Seperti dikutip Bloomberg, Rabu (26/10/2016), S&P Global Ratings mengaku masih belum terlalu siap untuk menaikan posisi Indonesia untuk mencapai level investment grade dalam waktu dekat.

Director Sovereign Ratings and Primary Analyst S&P Kyran Curry mengatakan, pengambilan kebijakan itu didasarkan pada masih tingginya tingkat utang dan sejumlah risiko yang menghantui prospek pertumbuhan ekonomi Tanah Air.

“Masih cukup sulit bagi kami untuk merekomendasikan Indonesia agar bisa naik peringkat [menuju investment grade] saat ini. Terutama ketika meningkatnya risiko dari sektor korporasi dan perbankan,” ujarnya.

Dia mengakui, sektor perbankan Indonesia memang memiliki sistem yang cukup menguntungkan. Pasalnya hampir setiap bank memiliki sumber pendanaan sendiri, tidak bergantung pada simpanan eksternal demi memperlancar pertumubuhan kreditnya. Di sisi lain, standar pemberian pinjaman bank-bank Tanah Air masih cukup memadai.

Akan tetapi, sektor ini dinilai masih cukup rentan mendapat sentimen negatif, terutama dari fenomena makin tingginya rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) dari sektor korporasi.

Ketakutan Curry tersebut terbukti dari data terbaru Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di mana rasio kredit bermasalah naik menjadi 3,2% pada akhir Juli dari 2,7% pada periode yang sama tahun lalu.

Akan tetapi, Curry menilai Indonesia terbilang cukup baik dalam mengelola kebijakan makro ekonominya. Pasalnya, Indonesia mampu menciptakan koordinasi dan bauran kebijakan yang selaras antara Bank Sentral dan Kementerian Keuangan.

S&P sendiri dalam beberapa pekan mendatang dijadwalkan akan bertemu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelum membuat penilaian berikutnya pada Desember 2016.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sukirno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper