Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Produksi Tumbuh, Harga Alumunium Rawan Koreksi

Melonjaknya produksi logam alumunium di China pada September ke level tertinggi dalam 15 bulan terakhir mengancam reli harga tahun ini berbalik arah.
Produksi aluminium ingot di PT Inalum Kuala Tanjung Kabupaten Batubara, Sumatra Utara, Selasa (2/8)./Antara-Septianda Perdana
Produksi aluminium ingot di PT Inalum Kuala Tanjung Kabupaten Batubara, Sumatra Utara, Selasa (2/8)./Antara-Septianda Perdana

Bisnis.com, JAKARTA--Melonjaknya produksi logam alumunium di China pada September ke level tertinggi dalam 15 bulan terakhir mengancam reli harga tahun ini berbalik arah.

Pada penutupan perdagangan Selasa (18/10) pukul harga alumunium di LME turun 1,11% atau 18,5 poin menjadi US$1.642 per ton. Angka ini menunjukkan sepanjang tahun berjalan harga sudah meningkat 19,67%.

China yang menyumbang sekitar 50% pasokan alumunium di pasar global menaikkan level produksi. Per September, suplai alumunium baru naik 1,2% secara tahunan (yoy) menuju 2,75 juta ton dan merupakan peningkatan bulanan ketiga secara berturut-turut.

Menurut data International Aluminum Institute (IAI), volume tersebut merupakan angka terbesar sejak Juni 2015. Peningkatan produksi terjadi akibat pengaktifan kembali smelter-smelter yang ditutup pada tahun lalu.

Paul Adkins, managing director of aluminum consultancy AZ China Ltd., mengatakan kembalinya operasi smelter terlampau terburu-buru. Hingga akhir tahun 2016, diprediksi bakal ada 2 juta ton suplai baru yang tidak bisa diserap pasar.

"Itu akan menempatkan banyak tekanan terhadap harga pada bulan November--Desember dan seterusnya," tuturnya seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (19/10/2016).

Citigroup Inc. dan Deutsche Bank AG juga memperingkatkan pasar terhadap kenaikan harga alumunium yang bakal berubah tiba-tiba. Di bursa Shanghai Futures Exchange sendiri, harga sudah meningkat 15% sepanjang sembilan bulan pertama 2016.

Sementara itu, perusahaan broker Sucden Financial Ltd., mengatakan harga alumunium pada triwulan terakhir akan diperdagangkan dalam kisaran US$1.560--US$1.725 per ton. Potensi pertumbuhan harganya terbilang terbatas dibandingkan logam lainnya karena masih adanya masalah surplus suplai.

"Pasar masih harus begulat dengan kelebihan pasokan, tetapi permintaan juga menunjukkan penguatan. Potensi minat investasi dapat memungkinkan harga bergerak lebih tinggi," paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper