Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KINERJA SEMESTER I-2016: Emiten Batu Bara Masih Terpuruk

Meski harga sempat rebound, emiten tambang batu bara tampaknya masih harus berjuang menghadapi lesunya industri yang berakibat pada masih terpuruknya kinerja perseroan.
Aktivitas penambangan batu bara/Antara-Kasriadi
Aktivitas penambangan batu bara/Antara-Kasriadi

Bisnis.com, JAKARTA--Meski harga sempat rebound, emiten tambang batu bara tampaknya masih harus berjuang menghadapi lesunya industri yang berakibat pada masih terpuruknya kinerja perseroan.

Berdasarkan rekapitulasi yang dihimpun Bisnis.com, hanya empat dari 16 emiten tambang batu bara mengalami pertumbuhan pendapatan pada paruh pertama tahun ini. Sedangkan, hanya empat laba bersih emiten yang berhasil tumbuh positif pada semester I/2016.

Direktur Utama PT Adaro Energy Tbk. Garibaldi Thohir mengatakan pasar batu bara termal terjadi peningkatan beberapa waktu terakhir. Ditopang oleh rasionalisasi pasokan di negara-negara utama penghasil batu bara serta permintaan yang berkelanjutan.

"Kami tetap meyakini bahwa penurunan pasar saat ini bersifat siklikal dan bahwa fundamental jangka panjang batu bara tetap kokoh," katanya dalam keterangan resmi yang diterima Bisnis.com, Selasa (30/8/2016).

Emiten bersandi saham ADRO tersebut mengantongi laba bersih yang dapat diatribusikan kepada entitas induk perseroan mencapai US$122,11 juta atau meningkat 2,48% dari periode yang sama tahun lalu US$119,15 juta.

Pencapaian perusahaan yang dimiliki oleh duo taipan Edwin Soeryadjaya dan Boy Thohir tersebut terjadi saat tekanan harga komoditas batu bara masih berlangsung.

Pendapatan usaha Adaro terkoreksi 15,95% menjadi US$1,17 miliar bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu US$1,39 miliar. Namun, perseroan berhasil menekan beban pokok pendapatan sebesar 20,56% menjadi US$873,12 juta dari US$1,09 miliar. Sehingga, laba kotor meningkat tipis 1,23% menjadi US$302,68 juta dari US$298,99 juta.

Harga jual rerata batu bara ADRO turun 17% pada semester I/2016 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Volume penjualan sepanjang Januari-Juni 2016 juga stagnan sebanyak 27,1 juta ton.

Produksi batu bara anak usaha PT Saratoga Investama Sedaya Tbk. (SRTG) milik taipan Edwin Soeryadjaya itu mencapai 25,9 juta ton. Hingga akhir tahun, perseroan membidik target produksi batu bara sebanyak 52-54 juta ton.

Paruh pertama tahun ini, royalti yang dibayaran kepada pemerintah turun 19% menjadi US$118 juta seiring dengan koreksi pendapatan. Royalti meliputi 14% dari total beban pokok pendapatan dalam enam bulan pertama 2016.

Garibaldi yang akrab disapa Boy Thohir itu mengaku optimistis terhadap prospek batu bara di Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya. Sebab, negara-negara ini akan terus bergantung pada batu bara untuk menjadi bahan bakar yang memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat demi mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat.

"Kinerja yang telah kami hasilkan mencerminkan ketahanan model bisnis perusahaan. Kami juga percaya bahwa strategi untuk mengembangkan tiga motor pertumbuhan bagi perusahaan, yakni pertambangan batu bara, jasa pertambangan dan logistik, serta ketenagalistrikan, akan menciptakan peluang untuk tumbuh lebih berkelanjutan," kata dia.

Harga saham emiten sektor pertambangan meroket tertinggi sejak awal tahun, lebih tinggi dari Indeks harga saham gabungan (IHSG). Sektor mining melonjak 43,47% berbanding dengan IHSG 17,27% year-to-date.

Lonjakan harga saham sektor pertambangan tidak sejalan dengan harga komoditas batu bara. Harga batu bara acuan (HBA) Agustus 2016 yang dirilis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkoreksi 1,3% year-on-year menjadi US$58,37 per ton dari tahun lalu US$59,14 per ton.

Kendati demikian, HBA untuk penjualan spot yang berlaku 1 bulan pada titik free on board vessel naik sebesar US$5,37 per ton, atau melonjak 10,1% dibandingkan dengan HBA Juli 2016 yang mencapai US$53 per ton.

Kenaikan HBA sebesar 10,1% ini menjadi persentase lonjakan tertinggi dalam 5 tahun terakhir. Lonjakan HBA tertinggi sebelumnya terjadi pada Februari 2011 sebesar US$127,05 per ton (naik 13%), nilai HBA tertinggi hingga saat ini sejak HBA diberlakukan.

Kenaikan HBA Agustus melanjutkan tren positif lonjakan dalam dua bulan terakhir, yakni pada Juni dan Juli 2016. Pada perdagangan Selasa (30/8/2016), harga kontrak batu bara September 2016 di bursa Rotterdam ditutup menguat tajam 2,43% ke level US$61,20 per ton.

Meski belum merilis kinerja keuangan, PT Bumi Resources Tbk. (BUMI) pada kesempatan berbeda mengumumkan penjualan 50% saham anak usaha perseroan, PT Leap Forward Resources Ltd. untuk pembayaran utang.

Dileep Srivastava, Direktur & Corporate Secretary Bumi Resources, mengatakan Leap Forward Resources merupakan subsidiari perseroan melalui PT Bumi Resources Investment. Penjualan saham dilakukan kepada Smart Alliance Limited.

"Nilai transaksi secara keseluruhan mencapai US$90 juta. Tujuan transaksi untuk pembayaran sebagian utang perseroan oleh BRI kepada salah satu kreditor perseroan," katanya dalam keterbukaan informasi di PT Bursa Efek Indonesia.

Leap Forward bergerak di bidang produksi dan penjualan batu bara, terutama di Tambang Buluk Seng, Tambang Gunung Sari, dan Tambang Ulung yang terletak di Kalimantan Timur. Emiten bersandi saham BUMI milik Grup Bakrie itu bertindak selaku penamin transaksi penjualan saham Leap Forward.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sukirno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper