Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

The Fed Hawkish: IHSG Diprediksi Sideways

Pernyataan hawkish Gubernur Federal Reserve Janet Louise Yellen akhir pekan lalu mengindikasikan suku bunga Amerika Serikat bakal dinaikkan tahun ini. Indeks harga saham gabungan diproyeksi sideways seiring pernyataan itu.
Seorang karyawan beraktivitas di depan layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta./Antara
Seorang karyawan beraktivitas di depan layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta./Antara

Bisnis.com, JAKARTA--Pernyataan hawkish Gubernur Federal Reserve Janet Louise Yellen akhir pekan lalu mengindikasikan suku bunga Amerika Serikat bakal dinaikkan tahun ini. Indeks harga saham gabungan diproyeksi sideways seiring pernyataan itu.

Senior Market & Technical Analyst PT Daewoo Securities Indonesia Heldy Arifien mengatakan polling The Fed pekan lalu menyebut penaikkan suku bunga lebih kuat terjadi pada Desember dibandingkan dengan September tahun ini.

"Kalau kemarin terjadi pelemahan IHSG, itu bukan karena The Fed. Tetapi memang waktunya terkoreksi. Ke depan, hasil keputusan Yellen menjadi katalis, market akan sideways," ujarnya saat dihubungi Bisnis.com, Minggu (28/8/2016).

Pada perdagangan Jumat (26/8/2016), Indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup terkoreksi 0,28% sebesar 15,28 poin ke level 5.438,83. Meski terkoreksi, sepanjang pekan lalu IHSG masih menguat 0,42% sebesar 22,79 poin dari 5.416,03. 

Kendati tipis, investor asing masih membukukan beli bersih Rp41 miliar sepanjang pekan lalu. Catatan itu jauh lebih rendah ketimbang pekan sebelumnya yang membukukan net buy Rp2,47 triliun.

Catatan beli bersih pekan lalu, membuat total net buy investor asing sejak awal tahun ini kian menebal menjadi Rp39,38 triliun. Bila dibandingkan, sepanjang tahun lalu net sell Rp27,53 triliun, pada 2014 net buy Rp38,40 triliun, dan pada 2013 net sell  Rp20,60 triliun.

Heldy menilai pernyataan Yellen yang mengarah hawkish tidak serta merta membuat investor asing melepas portofolio di PT Bursa Efek Indonesia. Ekspektasi pelau pasar sejak September tahun lalu, AS memiliki ruang yang cukup besar untuk menaikkan suku bunga acuan.

Akan tetapi, bank sentral negeri Paman Sam itu tak kunjung melakukan penaikkan bunga. Tidak hanya faktor domestik AS, kondisi ekonomi global, termasuk keputusan Inggris hengkang dari Uni Eropa, juga menjadi pertimbangan Yellen.

"Kalau memang menaikkan suku bunga, itu akan positif  bagi AS. Dampaknya akan sementara, apalagi agak berisiko karena ada pemilihan presiden di AS," kata dia.

Penaikkan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) oleh The Fed diperkirakan membuat investor asing melakukan rebalancing portofolio. Namun, pertumbuhan IHSG beberapa waktu belakangan diharapkan dapat menahan pelemahan Indeks terutama dengan adanya sentimen positif amnesti pajak.

Pekan ini, IHSG diperkirakan sideways cenderung terkoreksi. Level IHSG 5.500 dinilai cukup tinggi, sehingga level support 5.350-5.490. IHSG diproyeksi sideways hingga The Fed memutuskan penaikkan suku bunga pada September atau Desember.

Banyaknya investor yang pekan lalu menjual saham blue chip untuk beralih ke second liners, diperkirakan akan berbalik pada pekan depan. Saham blue chip yang berada di area oversold diproyeksi dapat menahan tekanan pelemahan yang membayangi IHSG.

"Masih menarik itu di sektor perbankan karena relatif rendah. Lalu ada paket ekonomi 13 yang menguntungkan sektor properti," tuturnya.

Saat bersamaan, nilai tukar rupiah diperkirakan masih tertekan sepanjang pekan ini. Sepanjang pekan lalu, kurs rupiah di pasar spot melemah 0,37% sebesar 49 poin ke level Rp13.212 per dolar AS.

Akhir pekan, kurs rupiah terapresiasi 0,23% sebesar 30 poin dari hari sebelumnya Rp13.242 per dolar AS. Kurs tengah Bank Indonesia menempatkan nilai tukar rupiah menguat 0,18% ke level Rp13.242 per dolar AS.

Secara terpisah, Investment Specialist PT BNI Asset Management Akuntino Mandhany, menambahkan sinyalemen Yellen untuk menaikkan suku bunga semakin menguat. Namun, pelaku pasar sedikit meragukan, lantaran beberapa kali Chair The Fed itu mengubah pernyataan.

Dari lantai bursa, IHSG dinilai sudah terlampau mahal dengan valuasi sejumlah sektor yang cukup tinggi. Rerata rasio harga saham terhadap laba bersih emiten (price to earning ratio/PER) IHSG telah mencapai 13,2%.

"IHSG sudah terbang tinggi karna ada tax amnesty, data ekonomi juga naik terus, GDP naik di atas 5%, tetapi laporan keuangan emiten belum bisa mengejar kecepatan pertumbuhan IHSG," tuturnya pada kesempatan berbeda.

Dia menilai, IHSG yang telah terlampau tinggi bakal terjadi sideways atau koreksi. Meski sejumlah pihak masih melihat bullish IHSG, dia justru sebaliknya lantaran lonjakan IHSG terbilang tinggi hingga 18,42% year-to-date.

Investor asing beberapa waktu lalu keluar dari lantai bursa seiring dilakukannya pengalihan portofolio. Sentimen ke depan yang perlu diwaspadai adalah pencapaian tax amnesty pada realisasi tahap pertama September 2016.

Dalam riset belum lama ini, Joanne Goh & Maynard Priajaya Arif dari DBS Vickers Securities menaikkan rekomendasi market Indonesia menjadi overweight. Bahkan, IHSG diperkirakan menyentuh level 5.900 pada akhir tahun ini.

Andy Ferdinand, CFA PT Samuel Sekuritas Indonesia, memerkirakan The Fed akan menaikkan satu kali lagi suku bunga acuan sebesar 25 bps. Kekhawatiran atas The Fed itu membuat IHSG diproyeksi menguat tetapi terbatas.

"Kami memerkirakan IHSG pada akhir tahun ini dapat mencapai 5.650," tulisnya dalam riset belum lama ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sukirno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper